Tuesday, November 8, 2016

Dukun Cabul Mbah Gober 1

Cerita Dewasa | Mbah Goberr Si Dukun Cabul 1 – Setelah lebih dari 5 thn perkawinan belum juga punya anak, Nurdiin menyalahkan istrinya. Dia bilang bahwa Deayu, istrinya, mandul. Begitulah pada umumnya para suami. Tanpa melihat kemungkinan yang cacad adalah dirinya dia menjatuhkan vonis pada istrinya. Bahkan akhirnya orang tua Nurdiinpun mulai ikut campur. Mereka bilang kalau perkawinan tdk memberikan keturunan sebaiknya para suami istri lebih memikirkan masa depannya. Ningsih th yang dimaksud mertuanya. Dia harus rela apabila suatu saat suaminya mencari perempuan lain sebagai penggantinya demi keturunan. Tentu saja ini sangat menyakitkan hatinya. Apalagi nampaknya suaminya lebih mendengarkan omongan orang tuanya dr pada berunding mencari jalan keluar dgn dirinya sebagai istrinya. Memang Nurdiin merupakan ‘anak mama’ yang sedikit-sedikit mengadu pada mamanya apabila dia menemuai masalah dlm rumah tangganya. Itulah kelemahan utama Nurdiin. Namun sesungguhnya Nurdiin benar-benar mencintai istrinya. Baginya Deayu adalah belahan jiwanya. Dia selalu ingat bagaimana dulu semasa sekolah selalu mencari perhatian untuk menarik hati Deayu. Dia th persis bahwa Deayu adalah gadis yang paling diperebutkan para pemuda di kota kecilnya Ngawi. Sebagai pemain basket andalan sekolahnya Deayu yang berperawakan jangkung dgn kulitnya yang kuning langsat sungguh menjadi bintang kota Ngawi. Bukan hanya para pemuda seusianya, para gurupun byk yang jatuh hati padanya.
Begitulah, sesdh berobat ke sana sini tak memberikan hasil nyata, pada suatu hari Nurdiin pulang membawa informasi bahwa ada dukun yang kondang di Tasik yang bisa menyembuhkan kemandulan seseorang. Katanya telah ratusan orang tertolong olehnya dan bisa mendapatkan anak. Dgn penuh antusias Nurdiin mengajak istrinya untuk mencoba minta pertolongan Mbah Goberr sang dukun itu. Sesungguhnya Deayu tak pernah percaya dukun-dukun macam itu. Namun untuk menyenangkan suaminya dia tdk menolak keinginannya. Yaa. . Hitung-hitung jalan-jalan ke luar kotalah. Pada hari yang ditetapkan dgn mobilnya mereka meluncur dr rumahnya yang di Jakarta menuju ke desa Goberr, Tasikmalaya. Rupanya mbah Dukun itu dipanggil sebagai mbah Goberr karena tinggalnya di desa Goberr. Rencananya mereka akan menginap di Tasik barang 2 atau 3 hari. Sekitar jam 5 sore mereka telah sampai ke alamat yang dituju. Saat memasuki pekarangan Mbah Goberr nampak para pasien sdh cukup byk yang antre menunggu giliran. Sesdh mendaftar dgn cara yang sederhana Nurdiin menerima nomer urut 16. Melihat antrean yang cukup panjang diperkirakan nomer itu baru akan dipanggil nanti sekitar jam 9 malam.
Desa Goberr berada di pinggiran kota Tasikmalaya. Mbah Goberr cukup dikenal oleh orang Tasik. Para tetangganya memanfaatkan popularitas Mbah Goberr dgn membuka warung dan bahkan juga penginapan. Sementara menunggu hingga tiba gilirannya Nurdiin dan Deayu istirahat, mandi, makan dan minum di salah satu penginapan sekaligus warung yang tersedia. Dr omongan para pasien dan tetangga, Nurdiin mendengar bahwa Mbah Goberr adalah dukun yang sakti yang tdk perlu diragukan mujarabnya. Boleh dikata setiap orang yang beroleh pertolongan dr Mbah Goberr tak ada yang kecewa. Nurdiin semakin mantab dan senang mendengar itu semua. Dan dia berusaha agar istrinya percaya dan tak usah khawatir. Akan halnya Deayu, sejak awal dia tak akan percaya dgn itu semua. Dia anggap hanyalah omong kosong. Namun sikapnya tdk ditampakkan pada Nurdiin suaminya. Dan dia nampak selalu senang dan cerah karena baginya perjalanan dan nginep di luar kota ini dia pandang sebagai rekreasi.
Sesdh istirahat, makan, minum dan mandi Deayu memerlukan sedikit dandan sebelum ketemu Mbah Dukun. Kini istri Nurdiin ini telah menampakkan keayuannya. Dgn usianya yang menginjak 28 thn membuat kecantikan Deayu semakin memiliki daya pikat seksual bagi siapapun lelaki yang memandanginya. Dgn pakaiannya yang tak terlampau berlebihan membuat Deayu semakin cantik dan mempesona. Dan itu bisa dirasakan saat pasangan ini memasuki kembali pekarangan Mbah Goberr. Para pasien nampak memandang terpesona keDeayuan Deayu. Mereka pasti berpikir bahwa Deayu yang datang dr Jakarta ini mungkin mau minta ‘susuk awet Deayu’ dr Mbah Dukun. Beberapa menit sebelum jam 9 petugas memanggil no. Urut 16. Nurdiin berdiri dan menggandeng istrinya. Dgn diantar oleh asistennya mereka menghadap langsung ke Mbah Goberr. Begitu memasuki ruangan hidung mereka diterpa aroma dupa. Dlm keremangan asap dupa di tengah ruangan itu yang beralaskan tikar dan karpet nampak duduk bersila seorang tua yang berpakaian sepuh serba kehitaman. Di depannya nampak anglo dupa yang berkepul. Juga tersaji kembang setaman yang direndam dlm baskom. Beberapa pernik-pernik lain, nampaknya jimat-jimat, memenuhi tikar pandan yang tergelar didepannya. Dgn berjalan merunduk penuh takzim Nurdiin dan Deayu dituntun si asisten mendekat ke depan Mbah Goberr dan dipersilakan duduk menanti. Rupanya Mbah Goberr dgn matanya yang tertutup sedang semadi. Di pangkuannya nampak ada sebilah keris bersarung. Tangannya memegang gagang keris itu sambil mulutnya berkomat-kamit. Masih dlm keadaan mata tertutup Mbah Goberr mengeluarkan omongan. Dia bertanya, “Selamat datang cucu-cucuku. Aku th kalian sedang dlm kesusahan. Apa yang akan kamu minta drku, ” dgn gaya kakek-kakek ngomong gemetar. Nurdiin melirik kepada istrinya, matanya seakan menyuruh istrinya bicara. Namun Deayu menolak sehingga Nurdiinlah yang menjawab pertanyaan Mbah Goberr. “Begini Mbah, saya sama istri saya mau minta pertolongan. Kami ingin punya anak. Sesdh 5 thn lebih kami menikah belum juga dikaruniai momongan. Kami ingin sekali punya momongan, mbah, ” Sementara suaminya ngomong Deayu memperhatikan dgn seksama sosok Mbah Goberr. Oohh. . Ternyata yang namanya Mbah Goberr ini bukan orang tua sesungguhnya. Memang dia berkumis dan berjanggut layaknya mbah-mbah, namun jelas nampak raut mukanya yang mulus tanpa kerut menunjukkan usia Mbah Dukun ini belum lebih dr 40 thn. Dan lebih-lebih lagi, walaupun secara keseluruhan nampak angker namun raut wajah Mbah Goberr ini sangat bersih dan tampan. Deayu membayangkan seandainya dukun ini mencukur kumis dan jambangnya serta mengganti pakaiannya dgn stelan jas dan dasi pasti tak akan kalah dgn tampilan angota MPR/DPR di Senayan itu.
Mendengar omongan Nurdiin seketika mata Mbah Goberr cerah terbuka. “Ah, ada makanan datang, ” kata hati Mbah Goberr, “Orang pengin punya anak, aku akan kasih anak. Pasti, ” begitu yakin dan girang hatinya. Dia melihati pasangan suami istri itu. Dia perhatikan Nurdiin dan sesaat kemudian pindah pandangannya pada Deayu. Selanjutnya Mbah Goberr mencurahkan perhatiannya pada Deayu. Dia kaget banget. Betapa Deayu tamunya kali ini. Kulitnya yang kuning, anak rambutnya yang sangat alami jatuh di dahinya, bibirnya yang ranum dan lebih-lebih lagi buah dada Deayu yang nampak getas menggunung. Semuanya itu membuat Mbah Goberr hampir lupa diri. Tanpa ragu dia nyeletuk,
“Oohh. . Kamu bocah ayyuu. . Kepingin punya anak yaa. . Gampang. . Mbah bisa langsung berikan. Namun syaratnya berat. Apakah kamu sanggup memenuhi sarat itu, heehh??” suaranya semakin bergetar. “Apapun saratnya Mbah, kami akan penuhi asalkan memang kami bisa punya anak, ” Nurdiin yang gembira mendengar ucapan Mbah Goberr sdh langsung mengiyakan sarat yang diminta Mbah Goberr tanpa berunding dulu dgn Deayu. Kini Mbah Goberr beralih pandangannya ke Nurdiin suaminya. . “Benar den? Aden rela memberikan syarat-syarat itu?’, tanyanya ragu. Mata Mbah Goberr memandang tajam menusuk mata Nurdiin. Dgn sedikit gugup Nurdiin balik bertanya, “Apapun yang mbah minta mudah-mudahan kami bisa penuhi” “Bagaimana Neng? Neng rela memberikan syarat itu?” kini mata Mbah Goberr kembali menatapi Deayu. Sepintas nampak pandangan Mbah Dukun ini menyapu cepat keseluruhan sosok Deayu. Kali ini dia sempat terpaku pada bentuk betis dan tumit Deayu yang. . Uuhh. . Indah banget sseehh. . Apabila dicermati orang akan melihat pandangan Mbah Goberr itu lebih merupakan pandangan lelaki yang terpesona pada ke-Deayuan seorang perempuan. Mbah Goberr memang sedang terpesona istri Nurdiin ini. Nampak matanya membara penuh hasrat birahi. Dan pandangannya itu tertangkap sekilas oleh mata Deayu.
Pandangan mata Mbah Goberr itu menggetarkan hatinya. Mata Mbah Goberr itu terasa sangat membara. Dia sering mengalami pandangan macam itu. Pandangan yang biasanya dilepaskan oleh lelaki yang sedang tergoda hasrat seksualnya. “Terserah Mas Nurdiinlah, ” Deayu asal jawab sambil melirik ke Nurdiin suaminya. Kemudian Mbah Goberr minta pada Nurdiin dan Deayu untuk menunggu sejenak. Dia perlu melakukan meditasi untuk bisa memenuhi harapan dan permintaan pasangan suami istri ini. Diambilnya bungkusan dupa dan dibesarkan api anglonya. Dia tebarkan dupa itu hingga asapnya berkepul memenuhi ruangan sempitnya. Mulutnya terus berkomat kamit tanpa jelas omongannya. Tangannya setiap kali mengangkat kerisnya tinggi tinggi. Waktu semadi Mbah Goberr terasa sangat lama bagi Nurdiin. Dia melihat jam tangannya. Mbah Goberr bersemadi telah hampir 15 menit. Sementara Deayu yang juga mengawasi ulah Mbah Goberr. Dia semakin heran dan kagum. Dia yakin banget dgn apa yang dilakukannya. Dia sangat kagum dgn corak lelaki macam itu. Bukannya lelaki macam Nurdiin yang tak punya pendirian dan mudah dipengaruhi orang lain termasuk orang tuanya. Akhirnya asap dupa itu habis dan menghilang bersamaan selesainya semadi Mbah Goberr. Nampak Nurdiin sdh tak sabar mendengarkan syarat apa yang harus dia penuhi agar istrinya bisa melahirkan anak. “Begini cucu-cucuku. Barusan Mbah sdh diberi petunjuk tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi agar cucuku cepat punya momongan. Coba cucuku dengerin bersama, ” Mbah dukun mencoban membetulkan duduknya dan meminta agar Nurdiin dan Deayu mendekat. Mbah Goberr akan menyampaikan permintaannya dgn berbisik.
“Menurut petunjuk yang Mbah terima tadi, cucuku yang Deayu ini telah dibuat oleh seseorang dgn tujuan agar tdk mempunyai anak. Mungkin ada seseorang yang pernah dikecewakan yang ingin balas dendam. Benarkah itu cucuku?” Mbah Goberr bertanya kepada Nurdiin dan Deayu. Pasangan suami istri itu saling pandang. Nurdiin mencoba mengingat-ingat. Adakah diantara pesaingnya dulu saat memperebutkan Deayu? Mungkinkah itu si Jono, atau Sungkar atau Beno ataukah si Karma? Ah. . Siapa lagi. . Sementara Deayu hanya berpikir dan tersenyum dlm hati. Di matanya Mbah Goberr ini hanyalah mengada-ada. Dia mulai merasakan bahwa ada yang nggak beres dr cara Mbah Goberr memandanginya. Sebagai perempuan Deayu yang selalu menampilkan pesona seksual, Deayu sangat paham akan pandangan mata macam itu. Namun dia tak hendak menuduh seseorang sekedar dr pandangannya sendiri yang tak bisa dibuktikan.
“Lantas apa yang mesti kami lakukan Mbah?” tanya Nurdiin tak sabar. “Obatnya itu gampang karena semua telah Mbah dapatkan saat semadi tadi. Kini obat itu ada dlm diri Mbah. Kamu Neng Deayu, harus mengambilnya sendiri dr tubuhku, ” “Maksud Mbah?” hampir berbarengan Nurdiin dan Deayu bertanya balik ke Mbah Goberr. “Obatnya harus diambil 2 kali. Pertama harus diambil melalui mulut atas dan yang kedua diambil melalui mulut bawah. Sebelumnya Mbah nanti akan menyiapkan diri Neng dgn cara mengurut bagian-bagian terpenting agar pada saatnya benar-benar siap menerima obat yang akan Mbah berikan itu, ” Mbah Dukun menyampaikan kata terakhirnya ini sambil memandang tajam wajah Nurdiin maupun Deayu. “Maksud Mbah?” kembali hampir berbarengan Nurdiin dan Deayu bertanya balik ke Mbah Goberr. “Yaa begitu saja petunjuk yang Mbah terima. Kalau cucu-cucuku nggak keberatan sekarang inilah waktunya yang terbaik. Ini khan kebetulan malam Jumat Kliwon, malam yang sangat manjur untuk mengusir segala macam jejadian termasuk santet, sihir dan sebagainya, ” Mbah Dukun menutup pembicaraannya sambil langsung menutup mata kembali dgn mulutnya yang berkomat-kamit. Rupanya Deayu telah benar-benar hasrat birahi membuat Mbah Dukun tak sabar.
Tanpa mengkaji dgn cermat sarat yang disampaikan Mbah Goberr rupanya Nurdiin sdh kebelet dgn pilihan dan keputusannya. Dia akan menuruti saja keinginan Mbah Dukun. Dlm hal ini Deayu mesti mengikuti keputusannya. Sementara Mbah Dukun masih komat-kamit Nurdiin langsung saja nyeletuk. “Iya deh, Mbah. Saya setuju sarat yang disampaikan Mbak Dukun, ” sambil melirik ke istrinya yang nampak kaget dgn keputusan suaminya yang tdk menanyakan dulu padanya. Deayu sangat jengkel akan sikap Nurdiin suaminya itu. Adakah dia th yang dimaksud Mbah Dukun? Artinya dia telah rela menyerahkan dirinya untuk menggunakan mulut dan memeknya untuk memenuhi syaratnya? Namun Deayu tak bisa menarik lagi apa yang telah dicanangkan suaminya. Dia kini memperhatikan wajah Mbah Goberr yang nampak langsung kembali melek dan bersinar-sinar penuh gairah di wajahnya. Nampak jakunnya naik turun menahan air liurnya saat membayangkan sesaat lagi akan menikmati tubuh Deayu yang penuh pesona ini.
Mbah Goberr mengarahkan pandangannya ke Deayu. Dia menatapnya bagai serigala yang siap melahap mangsanya. Dia angkat sedikit alisnya saat matanya tertumbuk dgn mata Deayu. Kemudian tangan kanannya bergerak meraih sebuah keranjang rotan di kanannya. Mbah Goberr mengambil sebuah bungkusan sedang besarnya dan diberikan kepada Deayu. “Neng, ambillah pakaian suci ini dan pakailah. Masuklah ke Bale Semadiku di kamar sebelah ini menunggu saya menyiapkan sarana lainnya. Sementara aden saya persilakan menunggu di luar? Mungkin upacara pengobatan ini akan memakan waktu sekitar 2 jam, begitulah, ” itulah langkah lanjutan dr Mbah Goberr. Tiba-tiba Nurdiin dihinggapi perasaan khawatir. Atau mungkin cemburu. Dia mesti melepaskan istrinya yang Deayu itu berduaan dgn orang lain di kamar tertutup. Bahkan dia baru menyadr sekarang, bahwa ternyata Mbah Goberr ini masih nampak seumur dgn dirinya. Bahkan dia juga perhatikan Mbah ini nampak bersih dan roman mukanya tampan. Rupanya kumis ataupun janggutnya yang memberi kesan sepintas berusia tua. Dan kalau orang memanggilnya Mbah disebabkan oleh kebiasaan orang kampung saat berhadapan dgn ‘orang pintar’ atau dukun macam Mbah Goberr ini. “Mbah, mohon saya Mbah untuk diijinkan menunggui istri saya di kamar saja. Percayalah saya tdk mengganggu Mbah Dukun saat memberikan obatnya nanti. Boleh ya mbah, saya mau ikut menunggu di kamar, Mbah, ” Nurdiin menghiba pada Mbah Dukun.
Sesdh mendengar permintaan Nurdiin kembali Mbah Dukun komat-kamit. Mungkin mencari jalan keluar. Beberapa saat kemudian dia bicara, “Oo, boleh, tetapi ada syaratnya. Apabila nanti ada penampakkan atau suara apapun aden tdk boleh bereaksi. Itu adalah godaan yang harus dihadapi. Aden harus tetap tenang. Ruang Bale Semadi itu dijaga oleh jin Soni yang mampu membuat lumpuh, buta dan tuli seketika bagi siapapun yang mengusik ketenangannya, ” begitu Mbah Goberr memberikan uraiannya. “Terima kasih Mbah, ” sahut Nurdiin yang justru semakin percaya dgn kesaktian Mbah Goberr dgn diperbolehkannya ikut menunggui istrinya di Bale Semadinya. Akan halnya Deayu perasaannya semakin sebal akan sikap suaminya yang kurang menghargai keberadaan dirinya. Dia merasa sepertinya tak punya hak bicara. Dgn rasa kesal itulah dia berdiri dan berjalan menuju Bale Semadinya Mbah Goberr yang berada di balik pintu kiri ruang praktek dukunnya ini. Sesampainya di ruang Bale Semadi Deayu membuka bungkusan yang diberikan oleh Mbah Dukun. Ditemuinya selembar sarung kotak-kotak putih dan secarik kain putih pula. Dia reka-reka bagaimana memakainya kedua potong kain ini. Kemudian dia melepasi rok dan blusnya. Sarungnya dia jadikan penutup tubuh perut ke bawah dan kain putihnya dia sampirkan ke bahunya untuk menutupi tubuh bagian atasnya. Deayu merasa tdk perlu melepaskan celana dlm dan kutangnya.
Beberapa saat kemudian Mbah Goberr membawa anglo, dupanya menyusul memasuki Bale Semadi diikuti oleh Nurdiin. Ruangan itu sangat sempit. Mungkin hanya sekitar 2 X 2 m2. Diruangan ini hanya nampak ada bale-bale ukuran kecil dan rendah bertikar pandan. Tak ada perabot lain. Dia letakkan anglo dupa itu di pojok kamar dan seketika aroma dupa mewarnai ruangan sempit itu. Mbah Goberr memerintahkan Nurdiin untuk merapat ke dinding dan duduk bersila dilantai. Sekali lagi dia berpesan agar tdk melakukan reaksi apapun atas apa yang dia dengar dan saksikan nanti. Jangan sampai memancing kemarahan jin Soni. Kepada Deayu Mbah Goberr untuk naik ke bale-bale dan duduk bersila. Sementara Mbah Goberr juga naik dan duduk bersila tepat dibelakang Deayu. Dia mengeluarkan sebuah botol kecil. “Neng, ini adalah minyak zaitun yang khusus didatangkan jin Soni dr Mesir. Minyak ini akan saya oleskan pada seluruh pori-pori tubuh Neng agar tak ada satu lubang kecilpun yang mampu ditembusi segala teluh atau santet buatan manusia. Saya harap Neng tenang dan memusatkan pikiran agar segala kotoran yang memasuki tubuh Neng larut bersama minyak ini, ” begitulah Mbah Goberr mulai melakukan tugasnya.
Dr arah belakang punggung Deayu Mbah Goberr menuangkan sedikit minyak itu ketangannya. Kemudian dgn didahului mulutnya berkomat-kamit tangan Mbah Goberr mulai mengoleskan minyaknya ke leher dan kuduk Deayu. Dia urut-urut layaknya tukang urut yang langsung membuat Deayu menggeliatkan leher dan kepalanya mengimbangi arah urutan tangan Mbah Goberr. Nampak Deayu mulai menikmati enaknya diurut. Mungkin perjalanan dr Jakarta sepanjang hari ini memang membuat lelah tubuh Deayu, sehingga urutan tangan Mbah Dukun ini terasa nikmatnya. “Kalau pijatan Mbah membuat sakit Neng boleh mengaduh atau merintih agar Mbah bisa mengurangi kekuatannya, ” pesan tambahan Mbah Goberr yang bertolak belakang dgn wanti-wantinya kepada Nurdiin agar tdk mengeluarkan gaduh yang akan membuat jin Soni marah. Dr leher dan kuduk tangan dukun itu turun ke bahunya. Dgn tetap membiarkan tali kutang tetap ditempatnya tangan-tangannya yang berusaha menggapai bagian bahunya menyingkirkan sedikit demi sedikit kain putih penutup bahu dan punggungnya. Deayu masih mengepit kain itu untuk menutupi kutang dan dadanya.
Kini tangan Mbah Dukun dgn leluasa mengoleskan minyak zaitun itu ke bahu dan punggung Deayu. Dia menyusupkan olesan tangannya ke bawah tali kutang. Olesan itu merata dan turun hingga ke pinggulnya. Tangan Mbah Dukun nampak terampil mengurut ataupun mengelus bagian-bagian tubuh Deayu. Tak luput pula sisi kanan dan kiri hingga ketiak istri Nurdiin ini diolesinya dgn minyak dr Mesir ini. Nampak oleh Nurdiin bagaimana mata Mbah Goberr nampak sangat bergairah. Mata itu nampak hendak menelan punggung istrinya. Kemudian secara berbisik Mbah Dukun minta supaya kain penutupnya dilepas saja. Dan tanpa ba bi bu Deayu mengikuti saja perintah Mbah Goberr. Dia juga ingin agar Nurdiin menyaksikan sendiri betapa dia patuh dgn perintah dukun yang dipercayainya ini. Diam-diam sisa kedongkolan pada suaminya masih membekas di hatinya. Sementara itu dr balik asap dupa Nurdiin mengamatinya dgn melototkan matanya. Semua yang sedang berlangsung terjadi sangat dekat dan tepat di depan matanya. Dia ingin bertanya apakah Mbah Goberr akan menjamahi seluruh tubuh istrinya untuk memoleskan minyak itu? Namun dia ingat janjinya untuk tdk bereaksi apapun pada apa yang akan dilihat maupun didengarnya. Dia juga takut apabila membuat jin Soni marah. “Inilah hak mutlak dan kenikmatan seorang dukun, ” demikian kata dlm hati Mbah Goberr.
Apapun yang dia maui gampang dipenuhi oleh pasiennya. Bahkan rata-rata mereka takut akan akibat buruknya macam Nurdiin yang kini menyaksikan istrinya dielusi Mbah Goberr langsung di depan matanya itu. Tangan Mbah dukun mulai menjamah iga samping dan ketiak kanan kiri Deayu. Dan nampaknya Deayu mulai merasa merinding. Kecuali tukang pijat perempuan di kampungnya selama ini tak satupun lelaki pernah menjamah tubuhnya macam ini. Dia merasakan elusan tangan Mbah Goberr dgn cepat membuat hangat tubuhnya. Terkadang jari-jarinya bermain dgn menekan dan mengelus sehingga membuat saraf-saraf pekanya terangsang. “Naikkan lengannya Neng, biar Mbah bisa mengolesi ketiak Neng, ” perintahnya yang langsung dipenuhi Deayu. Terus terang rabaan tangan Mbah Goberr ini semakin menghanyutkan sanubarinya. Tangan-tangan yang mengelus ini betapa lembutnya. Dia tak acuh dgn kemungkinan kecemburuan suaminya. Toh ini semua gara-gara kemauan Nurdiin. Dan dia tak pernah minta pertimbanganku, demikian sikap Deayu. “Ahh. . Mbah. . Terus elusi aku Mbaahh. . ” begitu jerit hatinya. Tetap dr arah belakang punggung Deayu kini tangan Mbah Goberr meluncur ke wilayah dadanya. Jari-jari itu menggosok atau mengelus berputar tepat di bawah gundukkan pDeayudaranya. Terus berputar dan berpilin jari-jari itu benar-benar membuat dada Deayu berdegup kencang.
Muka Deayu terasa memerah. Perasaan tak sabar menunggu tangan Mbah Goberr merambah buah dadanya terasa menggebu. Tanpa malu dia mendesah. Ada semacam hasrat yang mulai merambati saraf-sarafnya. Deayu terus mendesah atau terkadang merintih. Hasrat birahinya-lah yang telah membuat kehangatan tubuhnya. Bahkan sekarang mulai terasa kegerahan. Mbah Goberr th bahwa suhu syahwat Deayu mulai panas dan menaik. Ini memang telah menjadi perhitungannya. Tangannya juga merasakan degup jantung pasiennya yang yang semakin keras memukul-mukul dadanya. Dan Mbah Goberr yakin pasiennya kini semakin menunggu jamahan tangannya terus bergerak. Dan memang kini saatnya tangannya memasuki wilayah yang sangat peka. Dgn menambahi lumuran minyak zaitun di telapak tangannya dia mulai menyusupkan jari-jarinya ke bawah kutang untuk menyentuhi puting susu, tangan Mbah Goberr mulai mengoles-olesi gundukkan pDeayudara Deayu. Mengelus, menggosok, memilin secara bergantian dlm irama yang sangat sistematis dr tangan Mbah Goberr pada kedua pDeayudaranya membuat hasrat birahi Deayu langsung terbakar. Kembali tanpa ragu kini dia melepaskan desahan dan rintihan nikmatnya. Posisi Mbah Goberr yang memeluki dr punggungnya juga menambah rangsangan birahinya.
Mau tak mau wajah Mbah Goberr semakin lekat di punggung Deayu. Hembusan hangat nafas Mbah Goberr pada kulit punggungnya sangat terasakan. Gairah syahwat Deayu langsung bagai kena sentuhan listrik ribuan watt. Sapuan nafas Mbah Goberr yang mengenai punggungnya itu menjadi paduan harmonis dgn elusan, gosokkan dan pilinan di buah dadanya. “Aa. . A. . Mpuunn. . Mbaahh. . ‘ Deayu mendesah-desah dan merintih. Jangan tanya betapa bingung Nurdiin menyaksikan bagaimana istrinya mendesah dan merintih macam ini. Dlm ruangan Bale Semadi yang sempit dan remang karena asap dupa ini terasa bernafas semakin sesak. Kebingungan Nurdiin ini tak boleh ditunjukkan. Dia ingat jin Soni yang pemarah. Namun perasaan bingung itu kini terasa menyimpang. Rasa khawatirnya bergeser. Libido Nurdiin mulai terusik dan mengambil alih rasa bingung dan khawatir. Suara desah dan rintih istrinya telah mengubah bingung dan khawatirnya menjadi hasrat birahi. Dlm duduk bersila itu Nurdiin merasakan kemaluannya mulai mendesaki celananya. Acchh. . Macam apa pula ini? Apa yang terjadi pada diriku, demikian suara batin Nurdiin. Dia melihat keringat istrinya mulai mengucur. Demikian pula Mbah Dukun. Ruangan sempit ini semakin panas oleh terbakarnya hasrat syahwat. Bergaya seakan kelelahan, tanpa sungkan dan ragu Mbah Goberr menyandarkan wajahnya ke punggung Deayu. Namun nampak mulutnya bekerja. Dia menyedoti keringat di punggung istrinya itu.
Yang lebih menambah bingung Nurdiin adalah saat menyaksikan istrinya Deayu menerima semuanya itu tanpa protes dan menghindar. Walaupun wajahnya terus menyeringai mengiringi desah dan rintihnya. Walaupun tubuhnya terus bergeliatan seakan menahan kepedihan seperti saat tukang urut kampung juga memijat dan mengerok tubuhnya saat masuk angin. Adakah hal itu disebabkan kepatuhannya pada dirinya yang suaminya? “Ampun Mbahh. . Ampuunn. . ” demikian rintih pilu yang keluar dr mulut Deayu. Dlm geliatnya Deayu mengeluh kepanasan dan tanpa diminta Mbah Goberr dia melepasi sendiri kutangnya sehingga kini tubuh bagian atasnya menjadi sepenuhnya telanjang. Dicampakannya kembali kutangnya ke lantai. Batin Mbah Goberr menyeringai girang. Akal bulusnya berjalan mulus.


Sumber :

No comments:

Post a Comment