Ok sobat lanjut ke part 5 tanpa panjang lebar cekicrot .
Yesi menahan anak itu
"tunggu dulu dik, tante bisa minta tolong sebentar gk ?"
"bole tante, ada apa ya ?"
" jadi gini dik tante takut orang utan itu balik lagi, tapi tante mau mandi, kamu jagain sebentar bisa gk ?"
"oh gitu, iya tante bisa"
"makasih ya"
"Ya udh kamu tunggu disininya tante mau mandi dulu"
Anak itupun menunggu dan yesi masuk kekamar mandi, ia dengan cepat membuka daster dan hanya meninggalkan celana dalam .
"Jangan ngintip ya .."
"Iya tante"
Yesi pun mandi dengan mengenakan celana dalam, bocah itu melirik lirik mencuri curi pandang, ketika yesi sampoan ia menunduk dan melirik anak itu memegang calanya, muncul ide gila ditambah hasrat dari orang utan tadi yang masih tanggung, iya malah seperti erotis menyabuni tubuhnya, dengan posisi bagian belakang tubuh nya yangbterlihat, bocah itu seperti kerbau yang dicucuk idungnya tak karuan, sadar ia mandi sudah lama iapun menyelesaikan mandinya, ia mengenakan handuk dan masuk kerumah, namun sebelum itu ia mengajak bocah itu masuk kedalam rumah .
"Masuk dulu yuk"
"Gk usah tante saya disni aja nunggunya"
"Yaudh tante pakai baju dulu ya"
Yesipun mengeringkan tubuhnya, iya melihat dicermin dan terangsang, setelah itu ia memilih lergin ketat berwarna putih dengan celana dalam merah yang pasti terlihat jelas transparan, terlihat celana dalam yang tercetak jelas , dan ia menggunakan kaos yang longgar dan panjang hingga paha kira kira 3 jari dari kelaminya .
Yesipun keluar dan melihat anak itu bengong duduk di pintu belakang .
Yesi pun ngobrol dengan dia panjang lebar .
"Oh kamu masih smp ? Kok gk sekolah ?"
"Gk tante kebetulan mau panen jadi ijin dulu hari ini, kebetulan mau kekebun liat orang utan jadi sekalian mampir hehe, eh dapet rejeki "
"Maksudnya rejeki gimana ?"
"Eh maksudnya rejeki ketemu tante yang canti ini"
"Oh kirain rejeki ngintip tante mandi"
Bocah itu jadi kikuk dia tersenyum debgan wajah yang jadi takut pucat .
"Hehe"
"Ngeliat juga gpp, anggep aja rejeki"
"Aih tante ini bisa aja" sambil malu malu
"Kamu udh makan belum, makan dulu yuk, tante mau makan nih"
"Gausah tante"
"Alah jangan nolak dong, anggep aja ini trimakasih dari tante, pokonya harus terima"
Bocah itu pun menurutinya .
"Tapi tante hangatkan dulu ya sebentar,kamu tubggu dulu disini"
Saat yesi membungkukan badan terlihat bokong indah dengan cetakan celana dalam membuat bocah itu kalang kabut, yesi ingat ia memakai celana ketat transparan iapun berdiri, namu. Lagi lagi nafsu membuatnya memunculkan ide gila, ia malah menggoda, mulai debgan pura pura berjongkok bahkan ia membungkuk menghadap anak itu dan terlihat jelas dadanya yang terbungkus beha dari lubang leher bajunya .
Bocah itu terpana dan bengong, yesi mulai menggoda
" sabar ya dik, jangan bengong gitu dong"
Bocah itu jadi malu takut yesi tau ia memperhatikan tubuh yes .
Ia malah keceplosan
"Gk tante, itu susu, eh maksudnya saya mau beli susu haus "
Dalam hati yesi dia tertawa
"Oh kamu mau susu, tante ada kok, mau tante buatin apa buat sendiri"
"Eh gk usah tante, saya cuma pengen aja tadi hehe"
"Iya kalo kamu mau susu, buat sendiri gpp kan"
"Gk gk usah tante, nanti aja dirumah minum susunya"
"Yakin gk mau minum susu disni ?"
"Yakin tante"
"Susu dirumah sama disini beda loh"
"Beda ? Maksudnya tante ?"
"Ya pastinya enakan susu disini hihi"
Yesi makin menggida anak itu, anak itupun bingung dengan yang di ucapkan yesi ahirnya ia bertanya .
"Emang bedanya apa tante ?"
Yesi senang anak itu terpancing obrolannya
"Ya beda lah, kalo mau ya disni, kalo gk mau ya buat aja susu dirumah"
"Saya jadi penasaran nih tante, bole deh saya coba, mana susunya"
Bocah itupun menghampiri yesi, dan yesi menunjukan susu kaleng cair .
"Tuh susunya, buat sendiri gih"
"Ih inimah sama aja kaya dirumah, kirain susu apa tante"
Lagi lagi gaya bercadan yesi yang cepas cepelos keluar .
"Ya masa mau susu tante, yang ada bukan kamu minum tapi kamu isep, hihihi"
Bocah itu bengong
"Kok malah bengong ? Jadi mau susu mana ?
"Emh enggak tante, susu tante, eh maksudnya susu nya terserah tante lah buatin saya aja, saya nunggu disitu aja kaya tadi"
Yesi malah termakan idegilanya sendiri iya merasa sangat berhasrat, ia mengajak makan anak itu setelah makan ia mengobrol, posisi mereka duduk di depan pintu belakang .
"Mana susunya tante ?"
"Enak aja susu tante"
"Maksudnya susu saya loh"
"Emang kamu punya susu, hihi"
"Tante becanda mulu, bikin saya aneh hehe"
"Aneh gimana"
"Ya gitu deh, ya udh deh tante kalo susu nya gk jadi, saya pergi dulu ya tante udh kesiangan nih, makasih makannya"
"Eh eh nanti, ini susunya" yesi sambil menggoyang goyangkan dadanya, dengan sesekali meremas dadanya, bocah itu terdiam bingung .
"Sini deh kamu duduk, ini tante kasih susu sekalian sebagai tanda terima kasih tante karna kamu nolong tante tadi"
"Aih kan udh dikasih makan tadi tante"
"Jadi gk mau nih ???"
"E..eeh mau tante mau saya mau"
"Ya udh nih" yesi menurunkan baju nya ke sebelah kanan, karna baju yang ia kenakan cukup longgar hingga terlihat payudara indah yang terbungkus bra yang sesak yang membuat seakan dadanya ingin tumpah .
"Sini kamu deket tante"
Yesi menuntun tangan anak itu memegang dadanya, dengan sigap bocah itu perlahan berani dan makin bernafsu, ia meremas remas payudara yesi, hingga ia menarik keluar dari bra, yesi merasakan kenikmatan itu, bocah itu memegang meremas remas sampai kedua payudaranya lolos .
"Katanya mau susu, kok gk di minum"
"Bole tante"
Yesi pun menarik kepala anak itu, menuntun ke dadanya, langsung saja bocah itu menghisap hisap putingnya, seperti bayi yang menyusu .
Bocah itu memegang penisnya yang masih dalam celana, ia masih seperti malu, langsung saja yesi memegang dari luar, lalu ia remas remas .
"Buka aja biar enak dik"
"Malu tante hehe"
Yesi malah makin meremas remas
"Yakin gk mau di keluarin, emang kaya gini enak"
Bocah itupun mengeluarkan penisnya, terlihat batang kemaluanya sudah mengeras dengan ukuran cukup besar untuk ukuran anak seumuran bocah ini, yesi langsung meremas remas, mengocoknya dengan kondisi bocah itu tidur di pangkuanya sambil menghisap puting yesi, yesi tak kuasa menahan nya .
"Tante bole ganti posisi gk pegel"
Bocah itu bangkit dan kembali bertanya
"Tante bole pegang pantat tante gk ?"
"Iya deh boleh"
Bocah itu kembali menyusu dengan pisi berdiri, tanganya yang meremas remas bokong yesi dengan penisnya yang di selipkan ke selangkangan yesi, yesi menjepit dengan kedua padanya, karna bahan yang di gunakan bila disentuh kulit menjadi licin, bocah itu memaju mundurkan pantatnya .
Tangan nya menyusup kebalik celana, dia makin berani meremas langsung dari dalam
"Tante bole yang ini"
Bocah itu meminta vagina yesi, yesi yang sudah terbakar nafsu mengangguk saja .
Dia lansung menyusupkan tangan nya, ia memasukan jari jari kedalam vagina yesi hingga 3 jari, yesi menjadi menggebu gebu hingga tubuhnya bergetar, yesi menikmati sampai ia klimaks, tubuhnya terjatuh lemas namun bocah itu masih meremas remas dadanya .
Yesi mendorong anak itu dan meminta mengentikannya .
"Tante kenapa ? Maaf maaf tante "
Dengan raut wajah lemas yesi langsung menarik celana anak itu, ia melihat penis yang cukup besar bocah itu merasa terkejut dan nikmat, yesi yang sudah terbakar nafsu ia menyedot batang anak itu dengan mulutnya
"Oh tante, nikmat oh oh "
Cret cret peju bocah itu tumpah di mulut yesi, yesi pun menelannya .
Yesi tersenyum dan bocah itu bertrimakasih
"Makasih ya tante"
"Dah kamu bersihin tu"
"Iya tante"
Setelah membersihkan sisa sisa sperma bocah itu pun pamit pulang .
Bersambung...
Cerita dewasa
Kumpulan cerita dewasa
Tuesday, February 7, 2017
Monday, February 6, 2017
Cerita eksib istriku yang hyper sex part 4
Part 4
Suami yesi pun pulang bersama pak wawan, aku pun mengajak pak wawan masuk dan di bantu oleh riski membawakan barang barang pak wawan masuk kedalam, lalu kutemui istri ku di dalam kamar sedang memakain pakaian mungkin dia habis mandi.
Aku pun kembali keruang tamu, ternyata pak wawan langsung pamit berangkat kekota dengan riski karna ada keponakan yang akan di jemput di bandara .
Setelah itupun aku langsung masuk ke kamar salin dan memeluk istriku di kasur, karna hasrat yesi yang masih menggebu gebu merekepun bercinta namun karna fisik suaminya yang kelelahan membuat permainan hanya sebentar dan suaminyapun terlelap tidur, yesi yang masih merasa tanggung kecewa .
Ia pun merasa gerah dikamar dan keluar kedepan rumah, duduk di teras, saat itu kira kira masih jam 8 malam, saat tengah duduk didepan teras yesi yang masih merasa tanggung dengan permainan tadi, tak ia sadari ia mulai menggosok gosok kelaminya mengangkat daster hingga perut dan membuka 2 kancing daster, mengeluarkan dadanya diremas remas, kondisi lampu depan teras agak redup, ketika ingin mencapai klimaks terdengar suara ranting terinjak, seketika yesipun berhenti melihat asal suara namun tak ada orang, namun saat yesi melanjutkan menstrubnya sura disemak-semak terdengar lagi ia pun penasaran namun ia takut namun karna sudah kepalang tanggung iapub tetap melakukan sampai klimaks .
Setelah itu yesi masuk kekamar dan tidur, pagi hari ia bangun dan melihat suaminya sudah berangkat, yesi menelpon suaminya "sayang kamu kok gk pamit ?" "iya maaf sayang tadi rizki udh jemput nungguin depan teras, aku kesiangan jadi buru buru maaf ya" "yaudah deh gpp" "oh iya keponakan pak wawan mau nginep sementara di rumah kita semalem atau 2 malem mungkin" "yaudah sayang gpp, terserah" "ya udh kalo gitu aku lanjut kerja dulu ya" "iya sayang "
Yesipun bergegas bangun menuju kamar mandi, ia mencuci muka dan kencing, masih dalam keadaan tanpa pintu .
Ketika kencing terdengar suara berisik disemak semak yang terdengar berlalri ke arah kamar mandi saat yesi selesai kencing dia melihat seekor orang hutan didepan pintu kamar mandinya iapun ketakutdan dan diam saja dalam kondisi jongkok, orang utan itu mendekat dan menyentuh tangan yesi, namun yesi takut dan bergerak, tapi malah membuat orang utan itu marah hingga yesi diam sambil ketakutan .
Etah apa yang di pikirkan orang utan itu dia mengangkat daster yesi dan melihat bulu kemaluan yesi, tangan kiri orangutan itu memegang kelamin yesi, perasaan aneh pun timbul, orang utan itu seperti penasaran dengan kemaluan yesi ia menjilat jari yang di pakai menyentuh kelamin yesi, orang utan itu malah makin aneh ia menunduk dan menjilati kelamin yesi, yesi tidak bisa berbuat apa apa, bergerak melawan ia takut, namun disisi lain ia merasakan kenikmatan .
Sambil menahan takut ia menangis dan menikmati, berharap ada yang menolong, tak lama yesi melihat kelamin orang utan yang besar, orang utan itu ingin memperkosanya namun kesulitan karna yesi menghindar tak lama terdengar suara anak kecil, mereka mengusir orang utan itu dan yesi pun senang, namun dalam keadaan trauma ia masih duduk dalam kondisi mengangkang kelaminya pun tertutup daster sedikit .
"Tante gpp ?" tanya salah satu anak itu, kira kira umur 15 tahun, "iya makasih ya dik, untuk ada kamu" "iya tante sini saya bantu berdiri" "makasih ya" "hati hati tante orang utan disini bisa perkosa orang, pernah kejadian di kampung sebelah" "iya untung ada kamu, sekali lagi makasih ya" "iya tante, kalo bisa pintunya ditutup, supaya aman" "iya maunya sih, tapi kebetulan pintunya gk ada" sambil mengatur nafas yesi masih ketakutan, "dik bisa ambilin air minum gk di dalem?" "iya sabar tante" .
"Ini minumnya" yesipun meminum habis dan mulai merasa tenang "oh iya tante ngomong ngomong pintunya kok gk di pasang?" "iya masih di perbaiki dik, nanti juga tukangnya kesini kok" "yaudah tante saya pergi dulu ya" yesipun menahan nya .
Bersambung ...
Suami yesi pun pulang bersama pak wawan, aku pun mengajak pak wawan masuk dan di bantu oleh riski membawakan barang barang pak wawan masuk kedalam, lalu kutemui istri ku di dalam kamar sedang memakain pakaian mungkin dia habis mandi.
Aku pun kembali keruang tamu, ternyata pak wawan langsung pamit berangkat kekota dengan riski karna ada keponakan yang akan di jemput di bandara .
Setelah itupun aku langsung masuk ke kamar salin dan memeluk istriku di kasur, karna hasrat yesi yang masih menggebu gebu merekepun bercinta namun karna fisik suaminya yang kelelahan membuat permainan hanya sebentar dan suaminyapun terlelap tidur, yesi yang masih merasa tanggung kecewa .
Ia pun merasa gerah dikamar dan keluar kedepan rumah, duduk di teras, saat itu kira kira masih jam 8 malam, saat tengah duduk didepan teras yesi yang masih merasa tanggung dengan permainan tadi, tak ia sadari ia mulai menggosok gosok kelaminya mengangkat daster hingga perut dan membuka 2 kancing daster, mengeluarkan dadanya diremas remas, kondisi lampu depan teras agak redup, ketika ingin mencapai klimaks terdengar suara ranting terinjak, seketika yesipun berhenti melihat asal suara namun tak ada orang, namun saat yesi melanjutkan menstrubnya sura disemak-semak terdengar lagi ia pun penasaran namun ia takut namun karna sudah kepalang tanggung iapub tetap melakukan sampai klimaks .
Setelah itu yesi masuk kekamar dan tidur, pagi hari ia bangun dan melihat suaminya sudah berangkat, yesi menelpon suaminya "sayang kamu kok gk pamit ?" "iya maaf sayang tadi rizki udh jemput nungguin depan teras, aku kesiangan jadi buru buru maaf ya" "yaudah deh gpp" "oh iya keponakan pak wawan mau nginep sementara di rumah kita semalem atau 2 malem mungkin" "yaudah sayang gpp, terserah" "ya udh kalo gitu aku lanjut kerja dulu ya" "iya sayang "
Yesipun bergegas bangun menuju kamar mandi, ia mencuci muka dan kencing, masih dalam keadaan tanpa pintu .
Ketika kencing terdengar suara berisik disemak semak yang terdengar berlalri ke arah kamar mandi saat yesi selesai kencing dia melihat seekor orang hutan didepan pintu kamar mandinya iapun ketakutdan dan diam saja dalam kondisi jongkok, orang utan itu mendekat dan menyentuh tangan yesi, namun yesi takut dan bergerak, tapi malah membuat orang utan itu marah hingga yesi diam sambil ketakutan .
Etah apa yang di pikirkan orang utan itu dia mengangkat daster yesi dan melihat bulu kemaluan yesi, tangan kiri orangutan itu memegang kelamin yesi, perasaan aneh pun timbul, orang utan itu seperti penasaran dengan kemaluan yesi ia menjilat jari yang di pakai menyentuh kelamin yesi, orang utan itu malah makin aneh ia menunduk dan menjilati kelamin yesi, yesi tidak bisa berbuat apa apa, bergerak melawan ia takut, namun disisi lain ia merasakan kenikmatan .
Sambil menahan takut ia menangis dan menikmati, berharap ada yang menolong, tak lama yesi melihat kelamin orang utan yang besar, orang utan itu ingin memperkosanya namun kesulitan karna yesi menghindar tak lama terdengar suara anak kecil, mereka mengusir orang utan itu dan yesi pun senang, namun dalam keadaan trauma ia masih duduk dalam kondisi mengangkang kelaminya pun tertutup daster sedikit .
"Tante gpp ?" tanya salah satu anak itu, kira kira umur 15 tahun, "iya makasih ya dik, untuk ada kamu" "iya tante sini saya bantu berdiri" "makasih ya" "hati hati tante orang utan disini bisa perkosa orang, pernah kejadian di kampung sebelah" "iya untung ada kamu, sekali lagi makasih ya" "iya tante, kalo bisa pintunya ditutup, supaya aman" "iya maunya sih, tapi kebetulan pintunya gk ada" sambil mengatur nafas yesi masih ketakutan, "dik bisa ambilin air minum gk di dalem?" "iya sabar tante" .
"Ini minumnya" yesipun meminum habis dan mulai merasa tenang "oh iya tante ngomong ngomong pintunya kok gk di pasang?" "iya masih di perbaiki dik, nanti juga tukangnya kesini kok" "yaudah tante saya pergi dulu ya" yesipun menahan nya .
Bersambung ...
Wednesday, November 16, 2016
Dukun Cabul Mbah Sopo Iki
Mbah melihat dari pipismu tadi, ternyata ilmu gendamnya si Kasno sudah masuk dalam sekali ke dalamnya. Mbah sudah coba sedot sedot tadi, tidak mau keluar juga. Berbahaya sekali Nduk, nanti kalau dibiarkan jadi ngabar (menguap) masuk ke pembuluh darahmu, bisa mati kowe. Mbah harus mencoba cara yang lebih kuat. Agak sakit mungkin Nduk, nggak apa-apa ya?" kataku penuh rasa sayang dan kasihan.
Kuelus rambutnya yang sekarang tampak awut-awutan. Dia mengangguk, mengulang lagi kata-katanya yang bego tadi: "inggih Mbah, kulo nderek kemawon..". Aku mengangguk-angguk: "anak baik. Kasihan sekali kowe Nduk".
Sekarang aku mengangkat tubuhnya yang sudah lemas dari atas meja, dan dengan lembut membimbingnya ke dipan yang ada di sudut. Kubaringkan tubuh bugil yang sudah lemas itu, dan dengan hati-hati kulebarkan kakinya. Kini dia terbaring mengangkang, kemaluannya terbuka lebar seakan siap menerima segala kenikmatan duniawi. Aku duduk berlutut, kemaluanku sudah tegang betul dan kini terarah ke lobang kemaluannya. Kugesek-gesek kepala jagoanku ke kelentitnya. Dia mengerang pelan, matanya tertutup rapat. Kurendahkan tubuhku, kini aku telungkup di atas badannya. Kukecup bibirnya dengan lembut: "sudah siap, ya Nduk. Agak sakit, ditahan saja. Pokoknya Mbah usahakan kamu jadi sembuh betul". Dia mengangguk, tidak membuka matanya: "inggih Mbah" desisnya lirih.
Kini aku memegang batang kemaluanku, dengan sangat hati-hati menusukkannya ke kemaluan si Suminem yang masih basah kuyup bekas hisapanku tadi. Satu senti..dua senti.. tiga senti.. sempit sekali. Suminem mengerang: "ss.. sakit Mbah.." tampak wajahnya mengernyit kesakitan. Tangannya memegang dan meremas lenganku. "Tenang Nduk..tenang.. tahan sedikit.. nanti lama-lama sakitnya hilang, berganti rasa enak".
Aku harus mengakui, inilah lobang kemaluan ternikmat yang pernah kurasakan. Sebelumnya aku hanya bisa bermain dengan pelacur-pelacur, atau paling banter dengan si Jaetun janda muda yang gatel di desa sebelah. Semuanya sudah melongo lubangnya, sama sekali tidak enak. Tetapi yang ini, sungguh lezat, legit dan super sempit. Dasar perawan.. kutekan agak keras kemaluanku, diikuti dengan teriakan Suminem: "aauuwww.. saakiit Mbah.." aku cepat-cepat melumat bibirnya, agar teriakannya tidak berkembang menjadi raungan..
Sekarang dengan cepat dan akhli aku menekan kemaluanku, sekalian saja sakitnya pikirku. Dan..bless..masuklah seluruh kemaluanku ke dalam lobang memeknya. Tubuh Suminem terlonjak di bawahku, tangannya meremas lenganku sangat keras. Matanya terbeliak, tetapi mulutnya tidak bisa memekik karena tersumpal bibirku. Aku diam sejenak, menunggu lonjakannya hilang.
Akhirnya dia diam, hanya napasnya masih tersengal-sengal. Sekarang, setelah semua tenang, kulepaskan ciumanku: "masih sakit, Nduk?" dia mengangguk: "tapi lama-lama nggak perih kan?" dia mengangguk lagi. Lugu betul anak ini: "Mbah terusin ya? tidak lama lagi kok". Sekali lagi dia mengangguk. Kugoyangkan pantatku lagi pelan-pelan, tidak ada respon penolakan darinya. Kogoyangkan lagi semakin kuat, dan tanganku mulai menggerayang memainkan puting susunya. Dia mengeluh. Dia merengek. Jelas si Suminem ini mulai menikmati permainan ini. Pinggulnya mulai ikut bergoyang, meskipun agak kaku.
Aku tidak berani merubah posisiku ini, takut kalau dia kesakitan lagi. Goyanganku juga kuusahakan seteratur mungkin, tidak terlalu cepat juga tidak terlalu lambat. Malah goyongannya yang semakin lama semakin tidak teratur. Kepalanya bergoyang ke kiri dan ke kanan, mulutnya mendesis-desis dan tangannya mencengkeram erat lenganku. Matanya terpejam dan raut wajahnya menampakkan campuran kesakitan dan kenikmatan yang sangat.
Dipan bobrok ini mulai terdengar berkeriet-keriet. Akhirnya terdengar proklamasi si Suminem, persis seperti tadi: "aakhh.. ad..uuh.. mbaah.. aku.. aa.." dan kurasakan cairan menyemprot di lobang kemaluannya. Akhirnya kepalanya terkulai lemas ke kiri (sejak kami mulai main tadi, matanya terus terpejam). Aku mengutuk dalam hati. Jangkrik, aku sendiri belum keluar nih. Kuperkuat genjotanku, kufokuskan pikiranku pada kenikmatan yang kualami sekarang ini. Kuremas-remas susunya semakin kencang. Dan akhirnya kurasakan desakan dalam kemaluanku, desakan yang sudah sangat kukenal. Aku sudah mau orgasme.
Tetapi aku tidak ingin mengakhiri permainan ini begitu saja. Kukeluarkan tembakan terkhirku: "Nduk, Nduk, Mbah rasa ajiannya si Kasno sudah berhasil Mbah hilangkan. Tetapi kau harus meminum ajian dari tubuh Mbah ya? supaya kamu kebal terhadap segala ngelmu hitam macam ini". kataku tersengal-sengal. Suminem hanya mengangguk saja, matanya tetap terpejam. Melihat tanda persetujuan itu, aku segera mencopot kemaluanku dari memeknya, begitu cepat sehingga terdengar suara, "plop". Aku segera mengangkang di atas tubuhnya, batang kemaluanku kuarahkan ke mulutnya: "ini Nduk" kataku. Tangan kananku mengangkat kepalanya yang terkulai, sedangkan tangan kiriku terus mengocok batanganku.
Mata si Suminem membuka malas, melihat senjataku bergelantung di depan wajahnya. Aneh, Dia tidak tampak kaget lagi (mungkin lama-lama dia sudah biasa?) dia menggumam malas: "mana obatnya Mbah? sini biar aku minum." Aku mendesah penuh nafsu: "ini Nduk, obatnya ada dalam burung Mbah ini. Minumlah" kataku. Suminem menjawab dengan malas, seperti orang setengah sadar: "dihisep dulu Mbah? Sini gih. Biar cepet selesai". Dan tanpa bertanya lagi, dia memegang kontolku dan memasukkan ke mulutnya. Waduh, hebat banget si geNduk ini.
Meskipun tetap dengan gaya malas, seperti setengah sadar, dia mulai menyedot nyedot kemaluanku dan lidahnya secara reflek juga bergerak-gerak menyelusuri batang kontolku. Aku bergetar hebat. Kutelungkupkan tubuhku di atas tubuhnya, dan kugoyangkan pinggulku sehingga kemaluanku bergerak keluar masuk mulutnya. Rasanya bahkan lebih nikmat daripada bersetubuh biasa. Beberapa kali tanpa sengaja gigi Suminem bergesekan dengan kemaluanku, membuat kenikmatan yang kurasakan semakin melambung.
Kupercepat goyanganku, tetapi tetap menjaga agar dia tidak sampai tersedak. Akhirnya tekanan dalam kemaluanku tidak dapat kutahan lagi: "Nduk, ini Nduk.." erangku: "telan semua ya" dan croot.. muncratlah air maniku ke dalam mulutnya. Kurasakan hisapan dan jilatannya berhenti. Dua kali lagi aku menyemprotkan maniku di mulutnya, semuanya tampak tertelan (karena posisinya terlentang, jadi tidak ada yang terbuang keluar).
Kudiamkan posisi ini agak lama, sampai kurasakan kemaluanku mulai mengecil dan akhirnya lepas sendiri dari mulutnya. Aku berguling ke samping, kulihat Suminem tetap telentang dengan mata tertutup. Bibirnya yang seksi kini tampak berlepotan air mani, tampaknya masih ada maniku yang tertahan di mulutnya dan belum tertelan. Aku bangun dan mengambil gelas berisi air kembang tadi, dan menyodorkan kemulutnya dengan lembut: "minum Nduk, minum. Biar semua obat Mbah masuk ke badanmu. Ini air kembang juga berkhasiat kok." Dia menurut dan meneguk habis air itu. Akhirnya kubimbing dia berdiri, dan kubantu dia memakai bajunya. Aku juga memakai bajuku. Kami sama sekali tidak bicara saat itu.
"Bagaimana Nduk? Apakah kamu sudah merasa enakan?" dia diam saja. Tangannya menyisir rambutnya, dan membetulkan bajunya yang awut-awutan. Kuelus rambutnya.
"Mbah, apakah pasti saya sudah sembuh?" tanyanya dengan suara bergetar. Aku mengangguk: "pokoknya, semua sudah beres. Tadi Mbah itu mempertaruhkan nyawa Mbah lho. Kalau gagal tadi pasti ilmu hitamnya si Kasno berbalik menghantam Mbah. Untunglah semua sudah berakhir."
Dia mengangguk, wajahnya tetap menunduk: "matur nuwun, Mbah." Katanya: "Berapa saya harus bayar Mbah?" aku tergelak: "wis, wis, bocah ayu, Mbah nggak minta bayaran kok. Bisa menyembuhkan kamu saja Mbah sudah bersyukur banget." Kulihat bibir si Suminem tersenyum halus, mengangguk dan meminta ijin pulang. Kubuka pintu kamarku dan aku memanggil salah satu tukang ojek yang mangkal untuk mengantarkannya pulang. Dalam beberapa detik, tubuh bahenol Suminem hilang tertelan kegelapan malam.
Aku menghela napas dan masuk kembali ke kamar. Tiba-tiba aku tertegun. Lha, kok aku sampai tidak menanyakan si Suminem itu tadi siapa ya? karena sudah terbelit nafsu aku sampai tidak menanyakan pertanyaan pertanyaan standar seorang dukun: rumahmu dimana, bapakmu siapa..
Ah, aku menggeleng. Rasanya aku tidak pernah lihat dia sebagai warga sekitar sini. Mungkin dia dari Wonolayu, desa sebelah sana. Biarin saja. Aku masuk kamar praktekku, dan segera menggelosor di dipan yang tadi kugunakan untuk bercinta dengan Suminem. Dalam beberapa menit aku terlelap. Entah berapa jam aku tertidur, ketika sayup-sayup kudengar..
TOK..TOK..TOK..
"Bangun, Darmanto bangsat! bangun!" suara yang sayup-sayup tadi kini menjadi semakin jelas seiring dengan meningkatnya kesadaranku. Dengan terseok-seok aku berdiri dan menuju pintu, membukanya dengan malas. Baru pintu kubuka sedikit, tiba-tiba.. bruuk..seorang laki-laki tinggi besar menyerbu masuk, dan tanpa basa-basi tangannya menampar pipiku. Aku mengaduh dan terbanting ke lantai. Waktu aku melihat siapa si pembuat onar itu, kulihat Mas Darmin, blantik (pedagang sapi) tetanggaku, sedang berdiri dengan mata merah dan berapi-api. Tubuhnya yang tinggi besar dan berkumis melintang (dia memang keturunan warok Ponorogo) tampak sangat menyeramkan.
Aku berteriak keheranan: "mas.. Mas Darmin.. ada apa ini? kok tiba-tiba kesetanan kayak gini?"
Mas Darmin balas berteriak, matanya semakin mendelik: "kesetanan gundulmu.. kamu yang kemasukan setan! apa yang kamu lakukan kemarin malam, Dar? ayo ngaku!!". aku semakin bingung: "yang apa to mas? aku ora ngerti." Si warok itu tampak semakin marah: "kemarin malam! si Suminem! Sumineemm! kamu apakan dia?"
Wah, aku jadi kaget. Suminem itu apanya dia? kalau anak tidak mungkin, aku tahu Mas Darmin cuma punya dua anak laki-laki: "si Suminem itu apanya mas?" tanyaku. Mas darmin berteriak marah: "kuwi ponakanku, bedes (monyet)! semalam dia datang ke rumah, katanya baru ke kamu terus karena kemalaman dia takut pulang ke rumahnya di Wonolayu. Di rumah dia nangis-nangis, katanya pipisnya sakit sekali. Waktu dilihat mbakyumu, celana dalamnya ternyata basah oleh darah. Walaah..dia akhirnya ngaku semua apa yang kamu lakukan. Iyo tho? ayo ngaku, bedes!" dan dengan berkata begitu ia menubruk lagi tubuhku. Satu bogem mentah kembali melayang ke pipiku. Aku berteriak kesakitan.
Aku hanya bisa meratap: "mas.. mas.. ampun mas, aku tidak mau kok sebetulnya..si Suminem yang memaksa.." aku coba membela diri sebisanya. Mendengar itu, Mas darmin jadi semakin marah: "opo jaremu (apa katamu)? Si Suminem yang minta? kamu kira keluargaku kuwi keluarga perek opo? pikirmu si Suminem kuwi bocah nakal tukang goda wong lanang? weehh.. kurang ajar kowe Dar. Bangsat! asu! kucing! wedus! bedes!" dan sambil mengeluarkan perbendaharaan nama segala jenis binatang yang ada dalam kepalanya, Mas Darmin kembali menendang tubuhku yang sedang menggelosor pasrah di lantai. Dan dengan ngeri kulihat tangannya mulai menarik pecut (cemeti) yang melingkar di pinggangnya, pecut yang biasa dia gunakan kalau lagi akan jualan sapi. Aku semakin meringkuk: "ampuun maas.." rengekku.
Dalam suasana yang sangat genting itu, tiba-tiba beberapa orang menerobos masuk. Aku melihat Pak Sitepu, ketua RW kami yang langsung memeluk Mas Darmin yang lagi kesetanan: "sudah..sudah mas.. mati pula dia nanti.. tenang sajalah kau.." katanya dengan logat batak yang kental. Seorang lagi yang menerobos masuk adalah seorang polisi. Dia membantuku berdiri dan dengan formal berkata: "Bapak Darmanto, saya menahan bapak atas tuduhan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur. Saya minta bapak ikut saya ke polsek sekarang juga." Aku hanya mengangguk mengiyakan. Kulihat di belakangnya bapak dan ibuku, yu Mini dan keluargaku yang lain melihat semua adegan dahsyat itu dengan melongo tanpa bisa berkata apa-apa.
Mas Darmin terus berteriak-teriak: "Ya, Pak polisi.. cepet saja ditangkap si bedes ini. Daripada nanti kalau lepas bisa kalap aku. Tak cacah dagingmu, tak jadikan rawon! tak jadikan sop! tak jadikan rendang..!" sekarang dia mengancam dengan segala jenis masakan yang dia ingat. Aku menghela napas. Dengan gontai aku mengikuti Pak polisi itu, keluar rumahku. Di depan rumah ternyata ada puluhan orang lain yang sudah berkumpul, para tukang ojek yang mangkal, tetangga, dan orang-orang lain. Semuanya melongo melihatku.
Dari dalam masih kudengar teriakan Mas Darmin, menyebut segala jenis makanan yang rencananya akan mempergunakan dagingku sebagai bahan lauknya: "tak jadikan sate! tak jadikan opor!". seorang tetanggaku berteriak mengejek: "entek nasibmu (habis nasibmu) Dar! makanya kalau hidup jangan hanya ngurusi kontol thok!".
Sumber :
http://zona-19.blogspot.co.id/2013/05/cerita-sex-terbaru-dukun-cabul.html
Kuelus rambutnya yang sekarang tampak awut-awutan. Dia mengangguk, mengulang lagi kata-katanya yang bego tadi: "inggih Mbah, kulo nderek kemawon..". Aku mengangguk-angguk: "anak baik. Kasihan sekali kowe Nduk".
Sekarang aku mengangkat tubuhnya yang sudah lemas dari atas meja, dan dengan lembut membimbingnya ke dipan yang ada di sudut. Kubaringkan tubuh bugil yang sudah lemas itu, dan dengan hati-hati kulebarkan kakinya. Kini dia terbaring mengangkang, kemaluannya terbuka lebar seakan siap menerima segala kenikmatan duniawi. Aku duduk berlutut, kemaluanku sudah tegang betul dan kini terarah ke lobang kemaluannya. Kugesek-gesek kepala jagoanku ke kelentitnya. Dia mengerang pelan, matanya tertutup rapat. Kurendahkan tubuhku, kini aku telungkup di atas badannya. Kukecup bibirnya dengan lembut: "sudah siap, ya Nduk. Agak sakit, ditahan saja. Pokoknya Mbah usahakan kamu jadi sembuh betul". Dia mengangguk, tidak membuka matanya: "inggih Mbah" desisnya lirih.
Kini aku memegang batang kemaluanku, dengan sangat hati-hati menusukkannya ke kemaluan si Suminem yang masih basah kuyup bekas hisapanku tadi. Satu senti..dua senti.. tiga senti.. sempit sekali. Suminem mengerang: "ss.. sakit Mbah.." tampak wajahnya mengernyit kesakitan. Tangannya memegang dan meremas lenganku. "Tenang Nduk..tenang.. tahan sedikit.. nanti lama-lama sakitnya hilang, berganti rasa enak".
Aku harus mengakui, inilah lobang kemaluan ternikmat yang pernah kurasakan. Sebelumnya aku hanya bisa bermain dengan pelacur-pelacur, atau paling banter dengan si Jaetun janda muda yang gatel di desa sebelah. Semuanya sudah melongo lubangnya, sama sekali tidak enak. Tetapi yang ini, sungguh lezat, legit dan super sempit. Dasar perawan.. kutekan agak keras kemaluanku, diikuti dengan teriakan Suminem: "aauuwww.. saakiit Mbah.." aku cepat-cepat melumat bibirnya, agar teriakannya tidak berkembang menjadi raungan..
Sekarang dengan cepat dan akhli aku menekan kemaluanku, sekalian saja sakitnya pikirku. Dan..bless..masuklah seluruh kemaluanku ke dalam lobang memeknya. Tubuh Suminem terlonjak di bawahku, tangannya meremas lenganku sangat keras. Matanya terbeliak, tetapi mulutnya tidak bisa memekik karena tersumpal bibirku. Aku diam sejenak, menunggu lonjakannya hilang.
Akhirnya dia diam, hanya napasnya masih tersengal-sengal. Sekarang, setelah semua tenang, kulepaskan ciumanku: "masih sakit, Nduk?" dia mengangguk: "tapi lama-lama nggak perih kan?" dia mengangguk lagi. Lugu betul anak ini: "Mbah terusin ya? tidak lama lagi kok". Sekali lagi dia mengangguk. Kugoyangkan pantatku lagi pelan-pelan, tidak ada respon penolakan darinya. Kogoyangkan lagi semakin kuat, dan tanganku mulai menggerayang memainkan puting susunya. Dia mengeluh. Dia merengek. Jelas si Suminem ini mulai menikmati permainan ini. Pinggulnya mulai ikut bergoyang, meskipun agak kaku.
Aku tidak berani merubah posisiku ini, takut kalau dia kesakitan lagi. Goyanganku juga kuusahakan seteratur mungkin, tidak terlalu cepat juga tidak terlalu lambat. Malah goyongannya yang semakin lama semakin tidak teratur. Kepalanya bergoyang ke kiri dan ke kanan, mulutnya mendesis-desis dan tangannya mencengkeram erat lenganku. Matanya terpejam dan raut wajahnya menampakkan campuran kesakitan dan kenikmatan yang sangat.
Dipan bobrok ini mulai terdengar berkeriet-keriet. Akhirnya terdengar proklamasi si Suminem, persis seperti tadi: "aakhh.. ad..uuh.. mbaah.. aku.. aa.." dan kurasakan cairan menyemprot di lobang kemaluannya. Akhirnya kepalanya terkulai lemas ke kiri (sejak kami mulai main tadi, matanya terus terpejam). Aku mengutuk dalam hati. Jangkrik, aku sendiri belum keluar nih. Kuperkuat genjotanku, kufokuskan pikiranku pada kenikmatan yang kualami sekarang ini. Kuremas-remas susunya semakin kencang. Dan akhirnya kurasakan desakan dalam kemaluanku, desakan yang sudah sangat kukenal. Aku sudah mau orgasme.
Tetapi aku tidak ingin mengakhiri permainan ini begitu saja. Kukeluarkan tembakan terkhirku: "Nduk, Nduk, Mbah rasa ajiannya si Kasno sudah berhasil Mbah hilangkan. Tetapi kau harus meminum ajian dari tubuh Mbah ya? supaya kamu kebal terhadap segala ngelmu hitam macam ini". kataku tersengal-sengal. Suminem hanya mengangguk saja, matanya tetap terpejam. Melihat tanda persetujuan itu, aku segera mencopot kemaluanku dari memeknya, begitu cepat sehingga terdengar suara, "plop". Aku segera mengangkang di atas tubuhnya, batang kemaluanku kuarahkan ke mulutnya: "ini Nduk" kataku. Tangan kananku mengangkat kepalanya yang terkulai, sedangkan tangan kiriku terus mengocok batanganku.
Mata si Suminem membuka malas, melihat senjataku bergelantung di depan wajahnya. Aneh, Dia tidak tampak kaget lagi (mungkin lama-lama dia sudah biasa?) dia menggumam malas: "mana obatnya Mbah? sini biar aku minum." Aku mendesah penuh nafsu: "ini Nduk, obatnya ada dalam burung Mbah ini. Minumlah" kataku. Suminem menjawab dengan malas, seperti orang setengah sadar: "dihisep dulu Mbah? Sini gih. Biar cepet selesai". Dan tanpa bertanya lagi, dia memegang kontolku dan memasukkan ke mulutnya. Waduh, hebat banget si geNduk ini.
Meskipun tetap dengan gaya malas, seperti setengah sadar, dia mulai menyedot nyedot kemaluanku dan lidahnya secara reflek juga bergerak-gerak menyelusuri batang kontolku. Aku bergetar hebat. Kutelungkupkan tubuhku di atas tubuhnya, dan kugoyangkan pinggulku sehingga kemaluanku bergerak keluar masuk mulutnya. Rasanya bahkan lebih nikmat daripada bersetubuh biasa. Beberapa kali tanpa sengaja gigi Suminem bergesekan dengan kemaluanku, membuat kenikmatan yang kurasakan semakin melambung.
Kupercepat goyanganku, tetapi tetap menjaga agar dia tidak sampai tersedak. Akhirnya tekanan dalam kemaluanku tidak dapat kutahan lagi: "Nduk, ini Nduk.." erangku: "telan semua ya" dan croot.. muncratlah air maniku ke dalam mulutnya. Kurasakan hisapan dan jilatannya berhenti. Dua kali lagi aku menyemprotkan maniku di mulutnya, semuanya tampak tertelan (karena posisinya terlentang, jadi tidak ada yang terbuang keluar).
Kudiamkan posisi ini agak lama, sampai kurasakan kemaluanku mulai mengecil dan akhirnya lepas sendiri dari mulutnya. Aku berguling ke samping, kulihat Suminem tetap telentang dengan mata tertutup. Bibirnya yang seksi kini tampak berlepotan air mani, tampaknya masih ada maniku yang tertahan di mulutnya dan belum tertelan. Aku bangun dan mengambil gelas berisi air kembang tadi, dan menyodorkan kemulutnya dengan lembut: "minum Nduk, minum. Biar semua obat Mbah masuk ke badanmu. Ini air kembang juga berkhasiat kok." Dia menurut dan meneguk habis air itu. Akhirnya kubimbing dia berdiri, dan kubantu dia memakai bajunya. Aku juga memakai bajuku. Kami sama sekali tidak bicara saat itu.
"Bagaimana Nduk? Apakah kamu sudah merasa enakan?" dia diam saja. Tangannya menyisir rambutnya, dan membetulkan bajunya yang awut-awutan. Kuelus rambutnya.
"Mbah, apakah pasti saya sudah sembuh?" tanyanya dengan suara bergetar. Aku mengangguk: "pokoknya, semua sudah beres. Tadi Mbah itu mempertaruhkan nyawa Mbah lho. Kalau gagal tadi pasti ilmu hitamnya si Kasno berbalik menghantam Mbah. Untunglah semua sudah berakhir."
Dia mengangguk, wajahnya tetap menunduk: "matur nuwun, Mbah." Katanya: "Berapa saya harus bayar Mbah?" aku tergelak: "wis, wis, bocah ayu, Mbah nggak minta bayaran kok. Bisa menyembuhkan kamu saja Mbah sudah bersyukur banget." Kulihat bibir si Suminem tersenyum halus, mengangguk dan meminta ijin pulang. Kubuka pintu kamarku dan aku memanggil salah satu tukang ojek yang mangkal untuk mengantarkannya pulang. Dalam beberapa detik, tubuh bahenol Suminem hilang tertelan kegelapan malam.
Aku menghela napas dan masuk kembali ke kamar. Tiba-tiba aku tertegun. Lha, kok aku sampai tidak menanyakan si Suminem itu tadi siapa ya? karena sudah terbelit nafsu aku sampai tidak menanyakan pertanyaan pertanyaan standar seorang dukun: rumahmu dimana, bapakmu siapa..
Ah, aku menggeleng. Rasanya aku tidak pernah lihat dia sebagai warga sekitar sini. Mungkin dia dari Wonolayu, desa sebelah sana. Biarin saja. Aku masuk kamar praktekku, dan segera menggelosor di dipan yang tadi kugunakan untuk bercinta dengan Suminem. Dalam beberapa menit aku terlelap. Entah berapa jam aku tertidur, ketika sayup-sayup kudengar..
TOK..TOK..TOK..
"Bangun, Darmanto bangsat! bangun!" suara yang sayup-sayup tadi kini menjadi semakin jelas seiring dengan meningkatnya kesadaranku. Dengan terseok-seok aku berdiri dan menuju pintu, membukanya dengan malas. Baru pintu kubuka sedikit, tiba-tiba.. bruuk..seorang laki-laki tinggi besar menyerbu masuk, dan tanpa basa-basi tangannya menampar pipiku. Aku mengaduh dan terbanting ke lantai. Waktu aku melihat siapa si pembuat onar itu, kulihat Mas Darmin, blantik (pedagang sapi) tetanggaku, sedang berdiri dengan mata merah dan berapi-api. Tubuhnya yang tinggi besar dan berkumis melintang (dia memang keturunan warok Ponorogo) tampak sangat menyeramkan.
Aku berteriak keheranan: "mas.. Mas Darmin.. ada apa ini? kok tiba-tiba kesetanan kayak gini?"
Mas Darmin balas berteriak, matanya semakin mendelik: "kesetanan gundulmu.. kamu yang kemasukan setan! apa yang kamu lakukan kemarin malam, Dar? ayo ngaku!!". aku semakin bingung: "yang apa to mas? aku ora ngerti." Si warok itu tampak semakin marah: "kemarin malam! si Suminem! Sumineemm! kamu apakan dia?"
Wah, aku jadi kaget. Suminem itu apanya dia? kalau anak tidak mungkin, aku tahu Mas Darmin cuma punya dua anak laki-laki: "si Suminem itu apanya mas?" tanyaku. Mas darmin berteriak marah: "kuwi ponakanku, bedes (monyet)! semalam dia datang ke rumah, katanya baru ke kamu terus karena kemalaman dia takut pulang ke rumahnya di Wonolayu. Di rumah dia nangis-nangis, katanya pipisnya sakit sekali. Waktu dilihat mbakyumu, celana dalamnya ternyata basah oleh darah. Walaah..dia akhirnya ngaku semua apa yang kamu lakukan. Iyo tho? ayo ngaku, bedes!" dan dengan berkata begitu ia menubruk lagi tubuhku. Satu bogem mentah kembali melayang ke pipiku. Aku berteriak kesakitan.
Aku hanya bisa meratap: "mas.. mas.. ampun mas, aku tidak mau kok sebetulnya..si Suminem yang memaksa.." aku coba membela diri sebisanya. Mendengar itu, Mas darmin jadi semakin marah: "opo jaremu (apa katamu)? Si Suminem yang minta? kamu kira keluargaku kuwi keluarga perek opo? pikirmu si Suminem kuwi bocah nakal tukang goda wong lanang? weehh.. kurang ajar kowe Dar. Bangsat! asu! kucing! wedus! bedes!" dan sambil mengeluarkan perbendaharaan nama segala jenis binatang yang ada dalam kepalanya, Mas Darmin kembali menendang tubuhku yang sedang menggelosor pasrah di lantai. Dan dengan ngeri kulihat tangannya mulai menarik pecut (cemeti) yang melingkar di pinggangnya, pecut yang biasa dia gunakan kalau lagi akan jualan sapi. Aku semakin meringkuk: "ampuun maas.." rengekku.
Dalam suasana yang sangat genting itu, tiba-tiba beberapa orang menerobos masuk. Aku melihat Pak Sitepu, ketua RW kami yang langsung memeluk Mas Darmin yang lagi kesetanan: "sudah..sudah mas.. mati pula dia nanti.. tenang sajalah kau.." katanya dengan logat batak yang kental. Seorang lagi yang menerobos masuk adalah seorang polisi. Dia membantuku berdiri dan dengan formal berkata: "Bapak Darmanto, saya menahan bapak atas tuduhan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur. Saya minta bapak ikut saya ke polsek sekarang juga." Aku hanya mengangguk mengiyakan. Kulihat di belakangnya bapak dan ibuku, yu Mini dan keluargaku yang lain melihat semua adegan dahsyat itu dengan melongo tanpa bisa berkata apa-apa.
Mas Darmin terus berteriak-teriak: "Ya, Pak polisi.. cepet saja ditangkap si bedes ini. Daripada nanti kalau lepas bisa kalap aku. Tak cacah dagingmu, tak jadikan rawon! tak jadikan sop! tak jadikan rendang..!" sekarang dia mengancam dengan segala jenis masakan yang dia ingat. Aku menghela napas. Dengan gontai aku mengikuti Pak polisi itu, keluar rumahku. Di depan rumah ternyata ada puluhan orang lain yang sudah berkumpul, para tukang ojek yang mangkal, tetangga, dan orang-orang lain. Semuanya melongo melihatku.
Dari dalam masih kudengar teriakan Mas Darmin, menyebut segala jenis makanan yang rencananya akan mempergunakan dagingku sebagai bahan lauknya: "tak jadikan sate! tak jadikan opor!". seorang tetanggaku berteriak mengejek: "entek nasibmu (habis nasibmu) Dar! makanya kalau hidup jangan hanya ngurusi kontol thok!".
Sumber :
http://zona-19.blogspot.co.id/2013/05/cerita-sex-terbaru-dukun-cabul.html
Monday, November 14, 2016
Dukun Cabul Pak Itam
Diperkosa Dukun Cabul Bejat
Namaku Salmiah. Aku seorang guru berusia 28 tahun. Di kampungku di daerah Sumatera, aku lebih dikenal dengan panggilan Bu Miah. Aku ingin menceritakan satu pengalaman hitam yang terjadi pada diriku sejak enam bulan yang lalu dan terus berlanjut hingga kini. Ini semua terjadi
karena kesalahanku sendiri. Kisahnya begini, kira-kira enam bulan yang lalu aku mendengar cerita kalau suamiku ada hubungan gelap dengan seorang guru di sekolahnya.
Suamiku juga seorang guru di sekolah menengah di kampungku. Dia lulusan perguruan tinggi lokal sedangkan aku cuma seorang guru pembantu. Tanpa mencek lebih lanjut kebenarannya, aku langsung
mempercayai cerita tersebut. Yang terbayangkan saat itu cuma nasib dua anakku yang masih kecil. Secara fisik, sebetulnya aku masih menawan karena kedua anakku menyusu botol. Cuma biasalah yang namanya lelaki, walau secantik apapun isterinya, tetap akan terpikat dengan orang lain, pikirku.
Diam-diam aku pergi ke rumah seorang dukun yang pernah kudengar ceritanya dari rekan-rekanku di sekolah. Aku pergi tanpa pengetahuan siapa pun, walau teman karibku sekalipun. Pak Itam adalah seorang
dukun yang tinggal di kampung seberang, jadi tentulah orang-orang kampungku tidak akan tahu rahasia aku berjumpa dengannya. Di situlah berawalnya titik hitam dalam hidupku hingga hari ini.
Pak Itam orangnya kurus dan pendek. Tingginya mungkin tak jauh dari 150 cm. Kalau berdiri, ia hanya sedadaku. Usianya kutaksir sekitar 40-an, menjelang setengah abad. Ia mempunyai janggut putih yang cukup
panjang. Gigi dan bibirnya menghitam karena suka merokok.
Aku masih ingat saat itu Pak Itam mengatakan bahwa suamiku telah terkena guna-guna orang. Ia lalu membuat suatu ramuan yang katanya air penawar untuk mengelakkan diriku dari terkena santet wanita tersebut dan menyuruhku meminumnya. Setelah kira-kira lima menit meminum air penawar tersebut kepalaku menjadi ringan. Perasaan gairah yang tidak dapat dibendung melanda diriku secara tiba-tiba.
Pak Itam kemudian menyuruhku berbaring telentang di atas tikar ijuk di ruang tamu rumahnya. Setelah itu ia mulai membacakan sesuatu yang tidak kupahami dan menghembus berulang kali ke seluruh badanku. Saat
itu aku masih lengkap berpakaian baju kurung untuk mengajar ke sekolah pada petangnya.
Setelah itu aku merasa agak mengkhayal. Antara terlena dan terjaga aku merasakan tangan Pak Itam bermain-main di kancing baju kurungku. Aku tidak berdaya berbuat apa-apa melainkan merasakan gairah yang amat sangat dan amat memerlukan belaian lelaki. Kedua buah dadaku terasa
amat tegang di bawah braku. Putingku terasa menonjol. Celah kemaluanku terasa hangat dan mulai becek.
Aku dapat merasakan Pak Itam mengangkat kepalaku ke atas bantal sambil membetulkan tudungku. Selanjutnya ia menanggalkan pakaianku satu-persatu. Setelah aku berbaring tanpa sehelai pakaian pun kecuali
tudungku, Pak itam mulai menjilat bagian dadaku dahulu dan selanjutnya mengulum puting tetekku dengan rakus. Ketika itu aku terasa amat berat untuk membuka mata.
Setelah aku mendapat sedikit tenaga kembali, aku merasa sangat bergairah. Kemaluanku sudah mulai banjir. Aku berhasil menggerakkan tanganku dan terus menggapai kepala Pak Itam yang sedang berada di
celah selangkanganku. Aku menekan-nekan kepala Pak Itam dengan agak kuat supaya jilatannya lidahnya masuk lebih dalam lagi. Aku mengerang sambil membuka mataku yang lama terpejam.
Alangkah terkejutnya aku saat aku membuka mataku terlihat dalam samar-samar ada dua sosok lain sedang duduk bersila menghadapku dan memandangku dengan mata yang tidak berkedip.
“Bu Miah,” tegur seorang lelaki yang masih belum kukenali, yang duduk di sebelah kanan badanku yang telanjang bulat. Setelah kuamat-amati barulah aku bisa mengenalinya.
“Leman,” jeritku dalam hati. Leman adalah anak Pak Semail tukang kebun sekolahku yang baru saja habis ujian akhirnya. Aku agak kalang kabut dan malu. Aku coba meronta untuk melepaskan diri dari genggaman Pak Itam.
Menyadari bahwa aku telah sadarkan diri, Pak Itam mengangkat kepalanya dari celah selangkanganku dan bersuara. “Tak apa Bu, mereka berdua ini anak murid saya,” ujarnya sambil jarinya bermain kembali menggosok-gosok kemaluanku yang basah kuyup.
Sebelah lagi tangannya digunakan untuk mendorong kembali kepalaku ke bantal. Aku seperti orang yang sudah kena sihir terus berbaring
kembali dan melebarkan kangkanganku tanpa disuruh. Aku memejamkan mata
kembali. Pak Itam mengangkat kedua kakiku dan diletakkannya ke atas
bahunya. Saat dia menegakkan bahunya, punggungku juga ikut terangkat.
Pak Itam mulai menjilat kembali bibir vaginaku dengan rakus dan terus
dijilat hingga ke ruang antara vagina dan
duburku. Saat lidahnya yang basah itu tiba di bibir duburku, terasa
sesuatu yang menggelikan bergetar-getar di situ. Aku merasa kegelian
serta nikmat yang amat sangat.
“Leman, Kau pergi ambil minyak putih di ujung tempat tidur. Kau Ramli,
ambil kemenyan dan bekasnya sekalian di ujung itu,” perintah Pak Itam
kepada kedua anak muridnya.
Aku tersentak dan terus membuka mata.
“Bu ini rawatan pertama, duduk ya,” perintah Pak Itam kepadaku.
Aku seperti kerbau dicocok hidung langsung mengikuti perintah Pak
Itam. Aku duduk sambil sebelah tangan menutup buah dadaku yang tegang
dan sebelah lagi menggapai pakaianku yang berserakan untuk menutup
bagian kemaluanku yang terbuka.
Setelah menggapai baju kurungku, kututupi bagian pinggang ke bawah dan
kemudian membetulkan tudungku untuk menutupi buah dadaku.
Setelah barang-barang yang diminta tersedia di hadapan Pak Itam,
beliau menerangkan rawatannya. Kedua muridnya malu-malu mencuri
pandang ke arah dadaku yang kucoba tutupi dengan tudung tetapi tetap
jelas kelihatan kedua payudaraku yang besar dan bulat di bawah tudung
tersebut.
“Ini saya beritahu Ibu bahwa ada sihir yang sudah mengenai
bagian-bagian tertentu di badan Ibu. Punggung Ibu sudah terkena
penutup nafsu dan perlu dibuang.”
Aku cuma mengangguk.
“Sekarang Ibu silakan tengkurep.”
Aku memandang tepat ke arah Pak itam dan kemudian pandanganku beralih
kepada Leman dan Ramli.
“Nggak apa-apa, Bu… mereka ini sedang belajar, haruslah mereka
lihat,” balas Pak Itam seakan-akan mengerti perasaanku.
Aku pun lalu tengkurep di atas tikar ijuk itu. Pak Itam menarik kain
baju kurungku yang dirasa mengganggunya lalu dilempar ke samping.
Perlahan-lahan dia mengurut punggungku yang pejal putih berisi dengan
minyak yang tadi diambilkan Leman. Aku merasa berkhayal kembali,
punggungku terasa tegang menahan kenikmatan lumuran minyak Pak Itam.
Kemudian kurasakan tangan Pak Itam menarik bagian pinggangku ke atas
seakan-akan menyuruh aku menungging dalam keadaan tengkurep tersebut.
Aku memandang ke arah Pak itam yang duduk di sebelah kiri punggungku.
“Ya, angkat punggungnya,” jelasnya seakan memahami keraguanku.
Aku menurut kemauannya. Sekarang aku berada dalam posisi tengkurep,
muka dan dada di atas tikar sambil punggungku terangkat ke atas. Pak
Itam mendorong kedua kakiku agar berjauhan dan mulai melumurkan minyak
ke celah-celah bagian rekahan punggungku yang terbuka.
Tanpa dapat dikontrol, satu erangan kenikmatan terluncur dari mulutku.
Pak Itam
menambahkan lagi minyak di tangannya dan mulai bermain di bibir
duburku. Aku meremas bantal karena kenikmatan. Sambil melakukan itu,
jarinya berusaha mencolok lubang duburku.
“Jangan tegang, biarkan saja,” terdengar suara Pak Itam yang agak serak.
Aku coba merilekskan otot duburku dan menakjubkan… jari Pak Itam
yang licin berminyak dengan mudah masuk sehingga ke pangkal. Setelah
berhasil memasukkan jarinya, Pak Itam mulai menggerakkan jarinya
keluar masuk lubang duburku.
Aku coba membuka mataku yang kuyu karena kenikmatan untuk melihat
Leman dan Ramli yang sedang membetulkan sesuatu di dalam celana
mereka. Aku jadi merasakan semacam kenikmatan pula melihat mereka
sedang memperhatikan aku diterapi Pak Itam. Perasaan malu terhadap
kedua muridku berubah menjadi gairah tersembunyi yang seolah melompat
keluar setelah lama terkekang!
Setelah perjalanan jari Pak Itam lancar keluar masuk duburku dan
duburku mulai beradaptasi, dia mulai berdiri di belakangku sambil
jarinya masih terbenam mantap dalam duburku. Aku memandang Pak Itam
yang sekarang menyingkap kain sarungnya ke atas dengan satu tangannya
yang masih bebas. Terhunuslah kemaluannya yang panjang dan bengkok ke
atas itu. Tampak sudah sekeras batang kayu!
“Bbbbuat apa ini, Pak….” tanyaku dengan gugup.
“Jangan risau… ini buat buang sihir,” katanya sambil melumur minyak
ke batang kemaluannya yang cukup besar bagi seorang yang kurus dan
pendek. Selesai berkata-kata, Pak Itam menarik jarinya keluar dan
sebagai gantinya langsung menusukkan batangnya ke lubang duburku.
“ARRrgggghhggh…” spontan aku terjerit kengiluan sambil mengangkat
kepala dan dadaku ke atas. Kaki bawahku pun refleks terangkat ke atas.
“Jangan tegang, lemaskan sedikit!” perintah Pak Itam sambil
merenggangkan daging punggungku. Aku berusaha menuruti perintahnya.
Setelah aku melemaskan sedikit ototku, hampir separuh batang Pak Itam
terbenam ke dalam duburku.
Aku melihat Leman dan Ramli sedang meremas sesuatu di dalam celana
masing-masing. Setelah berhasil memasukkan setengah zakarnya Pak itam
menariknya keluar kembali dan lalu memasukkannya kembali sehingga
semua zakarnya masuk ke dalam rongga duburku. Dia berhenti di situ.
“Sekarang Ibu merangkak mengelilingi bara kemenyan ini tiga kali,”
perintahnya sambil zakarnya masih terbenam mantap dalam duburku.
Aku sekarang seakan-akan binatang yang berjalan merangkak sambil zakar
Pak Itam masih tertanam dengan mantapnya di dalam duburku. Pak Itam
bergerak mengikutiku sambil memegangi pinggangku.
“Pelan-pelan saja, Bu,” perintahnya sambil menahan pinggangku supaya
tidak bergerak terlalu cepat. Rupanya ia takut penisnya terlepas
keluar dari lubang duburku saat aku bergerak. Aku pun mematuhinya
dengan bergerak secara perlahan.
Kulihat kedua murid Pak Itam sekarang telah mengeluarkan zakar
masing-masing sambil bermasturbasi dengan melihat tingkahku. Aku
merasa sangat malu tetapi di lain pihak terlalu nikmat rasanya. Zakar
Pak Itam terasa berdenyut-denyut di dalam duburku. Aku terbayang wajah
suamiku seakan-akan sedang memperhatikan tingkah lakuku yang sama
seperti binatang itu.
Sementara aku merangkak sesekali Pak Itam menyuruhku berhenti sejenak
lalu menarik senjatanya keluar dan lalu menusukku kembali dengan ganas
sambil mengucapkan mantera-mantera. Setiap kali menerima tusukan Pak
Itam setiap kali itu pula aku mengerang kenikmatan. Lalu Pak Itam pun
akan menyuruhku untuk kembali merangkak maju. Demikian berulang-ulang
ritual yang kami lakukan sehingga tiga keliling pun terasa cukup lama.
Setelah selesai tiga keliling, Pak Itam menyuruhku berhenti dan mulai
menyetubuhiku di dubur dengan cepat. Sebelah tangannya memegang
pinggangku kuat-kuat dan sebelah lagi menarik tudungku ke belakang
seperti peserta rodeo. Aku menurut gerakan Pak Itam sambil
menggoyang-goyangkan punggungku ke atas dan ke bawah.
Tiba-tiba kurasakan sesuatu yang panas mengalir di dalam rongga
duburku. Banyak sekali kurasakan cairan tersebut. Aku memainkan
kelentitku dengan jariku sendiri sambil Pak Itam merapatkan badannya
memelukku dari belakang. Tiba-tiba sisi kiri pinggangku pun terasa
panas dan basah. Leman rupanya baru saja orgasme dan air maninya
muncrat membasahi tubuhku.
Lalu giliran Ramli mendekatiku dan merapatkan zakarnya yang berwarna
gelap ke sisi buah dadaku. Tak lama kemudian air maninya muncrat
membasahi ujung putingku. Aku terus mengemut-ngemut zakar Pak Itam
yang masih tertanam di dalam duburku dan bekerja keras untuk mencapai
klimaks.
“Arghhhhhhhrgh…” Aku pun akhirnya klimaks sambil tengkurep di atas
tikar ijuk.
“Ya, bagus, Bu…” kata Pak Itam yang mengetahui kalau aku mengalami
orgasme. “Dengan begitu nanti guna-gunanya akan cepat hilang.”
Pak Itam lalu mencabut zakarnya dan melumurkan semua cairan yang
melekat di zakarnya ke atas punggungku sampai batangnya cukup kering.
“Jangan basuh ini sampai waktu magrib ya,” katanya mengingatkanku
sambil membetulkan kain sarungnya.
Aku masih lagi tengkurep dengan tudung kepalaku sudah tertarik hingga
ke leher. Aku merasakan bibir duburku sudah longgar dan berusaha
mengemut untuk menetralkannya kembali. Setelah itu aku bangun dan
memunguti pakaianku yang berserakan satu per satu.
Selesai mengenakan pakaian dan bersiap untuk pulang setelah
dipermalukan sedemikian rupa, Pak Itam berpesan.
“Besok pagi datang lagi ya, bawa sedikit beras bakar.”
Aku seperti orang bodoh hanya mengangguk dan memungut tas sekolahku
lalu terus menuruni tangga rumah Pak itam.
Sejak itu sampai hari ini, dua kali seminggu aku rutin mengunjungi Pak
Itam untuk menjalani terapi yang bermacam-macam. Leman dan Ramli yang
sedang belajar pada Pak Itam sedikit demi sedikit juga mulai
ditugaskan Pak Itam untuk ikut menterapiku. Walaupun tidak tahu pasti,
aku merasa bahwa suamiku perlahan-lahan mulai meninggalkan affairnya.
Yang pasti, kini sulit rasanya bagiku untuk menyudahi terapiku bersama
Pak Itam dan murid-muridnya. Sepertinya aku sudah kecanduan untuk
menikmati terapi seperti itu.
karena kesalahanku sendiri. Kisahnya begini, kira-kira enam bulan yang lalu aku mendengar cerita kalau suamiku ada hubungan gelap dengan seorang guru di sekolahnya.
Suamiku juga seorang guru di sekolah menengah di kampungku. Dia lulusan perguruan tinggi lokal sedangkan aku cuma seorang guru pembantu. Tanpa mencek lebih lanjut kebenarannya, aku langsung
mempercayai cerita tersebut. Yang terbayangkan saat itu cuma nasib dua anakku yang masih kecil. Secara fisik, sebetulnya aku masih menawan karena kedua anakku menyusu botol. Cuma biasalah yang namanya lelaki, walau secantik apapun isterinya, tetap akan terpikat dengan orang lain, pikirku.
Diam-diam aku pergi ke rumah seorang dukun yang pernah kudengar ceritanya dari rekan-rekanku di sekolah. Aku pergi tanpa pengetahuan siapa pun, walau teman karibku sekalipun. Pak Itam adalah seorang
dukun yang tinggal di kampung seberang, jadi tentulah orang-orang kampungku tidak akan tahu rahasia aku berjumpa dengannya. Di situlah berawalnya titik hitam dalam hidupku hingga hari ini.
Pak Itam orangnya kurus dan pendek. Tingginya mungkin tak jauh dari 150 cm. Kalau berdiri, ia hanya sedadaku. Usianya kutaksir sekitar 40-an, menjelang setengah abad. Ia mempunyai janggut putih yang cukup
panjang. Gigi dan bibirnya menghitam karena suka merokok.
Aku masih ingat saat itu Pak Itam mengatakan bahwa suamiku telah terkena guna-guna orang. Ia lalu membuat suatu ramuan yang katanya air penawar untuk mengelakkan diriku dari terkena santet wanita tersebut dan menyuruhku meminumnya. Setelah kira-kira lima menit meminum air penawar tersebut kepalaku menjadi ringan. Perasaan gairah yang tidak dapat dibendung melanda diriku secara tiba-tiba.
Pak Itam kemudian menyuruhku berbaring telentang di atas tikar ijuk di ruang tamu rumahnya. Setelah itu ia mulai membacakan sesuatu yang tidak kupahami dan menghembus berulang kali ke seluruh badanku. Saat
itu aku masih lengkap berpakaian baju kurung untuk mengajar ke sekolah pada petangnya.
Setelah itu aku merasa agak mengkhayal. Antara terlena dan terjaga aku merasakan tangan Pak Itam bermain-main di kancing baju kurungku. Aku tidak berdaya berbuat apa-apa melainkan merasakan gairah yang amat sangat dan amat memerlukan belaian lelaki. Kedua buah dadaku terasa
amat tegang di bawah braku. Putingku terasa menonjol. Celah kemaluanku terasa hangat dan mulai becek.
Aku dapat merasakan Pak Itam mengangkat kepalaku ke atas bantal sambil membetulkan tudungku. Selanjutnya ia menanggalkan pakaianku satu-persatu. Setelah aku berbaring tanpa sehelai pakaian pun kecuali
tudungku, Pak itam mulai menjilat bagian dadaku dahulu dan selanjutnya mengulum puting tetekku dengan rakus. Ketika itu aku terasa amat berat untuk membuka mata.
Setelah aku mendapat sedikit tenaga kembali, aku merasa sangat bergairah. Kemaluanku sudah mulai banjir. Aku berhasil menggerakkan tanganku dan terus menggapai kepala Pak Itam yang sedang berada di
celah selangkanganku. Aku menekan-nekan kepala Pak Itam dengan agak kuat supaya jilatannya lidahnya masuk lebih dalam lagi. Aku mengerang sambil membuka mataku yang lama terpejam.
Alangkah terkejutnya aku saat aku membuka mataku terlihat dalam samar-samar ada dua sosok lain sedang duduk bersila menghadapku dan memandangku dengan mata yang tidak berkedip.
“Bu Miah,” tegur seorang lelaki yang masih belum kukenali, yang duduk di sebelah kanan badanku yang telanjang bulat. Setelah kuamat-amati barulah aku bisa mengenalinya.
“Leman,” jeritku dalam hati. Leman adalah anak Pak Semail tukang kebun sekolahku yang baru saja habis ujian akhirnya. Aku agak kalang kabut dan malu. Aku coba meronta untuk melepaskan diri dari genggaman Pak Itam.
Menyadari bahwa aku telah sadarkan diri, Pak Itam mengangkat kepalanya dari celah selangkanganku dan bersuara. “Tak apa Bu, mereka berdua ini anak murid saya,” ujarnya sambil jarinya bermain kembali menggosok-gosok kemaluanku yang basah kuyup.
Sebelah lagi tangannya digunakan untuk mendorong kembali kepalaku ke bantal. Aku seperti orang yang sudah kena sihir terus berbaring
kembali dan melebarkan kangkanganku tanpa disuruh. Aku memejamkan mata
kembali. Pak Itam mengangkat kedua kakiku dan diletakkannya ke atas
bahunya. Saat dia menegakkan bahunya, punggungku juga ikut terangkat.
Pak Itam mulai menjilat kembali bibir vaginaku dengan rakus dan terus
dijilat hingga ke ruang antara vagina dan
duburku. Saat lidahnya yang basah itu tiba di bibir duburku, terasa
sesuatu yang menggelikan bergetar-getar di situ. Aku merasa kegelian
serta nikmat yang amat sangat.
“Leman, Kau pergi ambil minyak putih di ujung tempat tidur. Kau Ramli,
ambil kemenyan dan bekasnya sekalian di ujung itu,” perintah Pak Itam
kepada kedua anak muridnya.
Aku tersentak dan terus membuka mata.
“Bu ini rawatan pertama, duduk ya,” perintah Pak Itam kepadaku.
Aku seperti kerbau dicocok hidung langsung mengikuti perintah Pak
Itam. Aku duduk sambil sebelah tangan menutup buah dadaku yang tegang
dan sebelah lagi menggapai pakaianku yang berserakan untuk menutup
bagian kemaluanku yang terbuka.
Setelah menggapai baju kurungku, kututupi bagian pinggang ke bawah dan
kemudian membetulkan tudungku untuk menutupi buah dadaku.
Setelah barang-barang yang diminta tersedia di hadapan Pak Itam,
beliau menerangkan rawatannya. Kedua muridnya malu-malu mencuri
pandang ke arah dadaku yang kucoba tutupi dengan tudung tetapi tetap
jelas kelihatan kedua payudaraku yang besar dan bulat di bawah tudung
tersebut.
“Ini saya beritahu Ibu bahwa ada sihir yang sudah mengenai
bagian-bagian tertentu di badan Ibu. Punggung Ibu sudah terkena
penutup nafsu dan perlu dibuang.”
Aku cuma mengangguk.
“Sekarang Ibu silakan tengkurep.”
Aku memandang tepat ke arah Pak itam dan kemudian pandanganku beralih
kepada Leman dan Ramli.
“Nggak apa-apa, Bu… mereka ini sedang belajar, haruslah mereka
lihat,” balas Pak Itam seakan-akan mengerti perasaanku.
Aku pun lalu tengkurep di atas tikar ijuk itu. Pak Itam menarik kain
baju kurungku yang dirasa mengganggunya lalu dilempar ke samping.
Perlahan-lahan dia mengurut punggungku yang pejal putih berisi dengan
minyak yang tadi diambilkan Leman. Aku merasa berkhayal kembali,
punggungku terasa tegang menahan kenikmatan lumuran minyak Pak Itam.
Kemudian kurasakan tangan Pak Itam menarik bagian pinggangku ke atas
seakan-akan menyuruh aku menungging dalam keadaan tengkurep tersebut.
Aku memandang ke arah Pak itam yang duduk di sebelah kiri punggungku.
“Ya, angkat punggungnya,” jelasnya seakan memahami keraguanku.
Aku menurut kemauannya. Sekarang aku berada dalam posisi tengkurep,
muka dan dada di atas tikar sambil punggungku terangkat ke atas. Pak
Itam mendorong kedua kakiku agar berjauhan dan mulai melumurkan minyak
ke celah-celah bagian rekahan punggungku yang terbuka.
Tanpa dapat dikontrol, satu erangan kenikmatan terluncur dari mulutku.
Pak Itam
menambahkan lagi minyak di tangannya dan mulai bermain di bibir
duburku. Aku meremas bantal karena kenikmatan. Sambil melakukan itu,
jarinya berusaha mencolok lubang duburku.
“Jangan tegang, biarkan saja,” terdengar suara Pak Itam yang agak serak.
Aku coba merilekskan otot duburku dan menakjubkan… jari Pak Itam
yang licin berminyak dengan mudah masuk sehingga ke pangkal. Setelah
berhasil memasukkan jarinya, Pak Itam mulai menggerakkan jarinya
keluar masuk lubang duburku.
Aku coba membuka mataku yang kuyu karena kenikmatan untuk melihat
Leman dan Ramli yang sedang membetulkan sesuatu di dalam celana
mereka. Aku jadi merasakan semacam kenikmatan pula melihat mereka
sedang memperhatikan aku diterapi Pak Itam. Perasaan malu terhadap
kedua muridku berubah menjadi gairah tersembunyi yang seolah melompat
keluar setelah lama terkekang!
Setelah perjalanan jari Pak Itam lancar keluar masuk duburku dan
duburku mulai beradaptasi, dia mulai berdiri di belakangku sambil
jarinya masih terbenam mantap dalam duburku. Aku memandang Pak Itam
yang sekarang menyingkap kain sarungnya ke atas dengan satu tangannya
yang masih bebas. Terhunuslah kemaluannya yang panjang dan bengkok ke
atas itu. Tampak sudah sekeras batang kayu!
“Bbbbuat apa ini, Pak….” tanyaku dengan gugup.
“Jangan risau… ini buat buang sihir,” katanya sambil melumur minyak
ke batang kemaluannya yang cukup besar bagi seorang yang kurus dan
pendek. Selesai berkata-kata, Pak Itam menarik jarinya keluar dan
sebagai gantinya langsung menusukkan batangnya ke lubang duburku.
“ARRrgggghhggh…” spontan aku terjerit kengiluan sambil mengangkat
kepala dan dadaku ke atas. Kaki bawahku pun refleks terangkat ke atas.
“Jangan tegang, lemaskan sedikit!” perintah Pak Itam sambil
merenggangkan daging punggungku. Aku berusaha menuruti perintahnya.
Setelah aku melemaskan sedikit ototku, hampir separuh batang Pak Itam
terbenam ke dalam duburku.
Aku melihat Leman dan Ramli sedang meremas sesuatu di dalam celana
masing-masing. Setelah berhasil memasukkan setengah zakarnya Pak itam
menariknya keluar kembali dan lalu memasukkannya kembali sehingga
semua zakarnya masuk ke dalam rongga duburku. Dia berhenti di situ.
“Sekarang Ibu merangkak mengelilingi bara kemenyan ini tiga kali,”
perintahnya sambil zakarnya masih terbenam mantap dalam duburku.
Aku sekarang seakan-akan binatang yang berjalan merangkak sambil zakar
Pak Itam masih tertanam dengan mantapnya di dalam duburku. Pak Itam
bergerak mengikutiku sambil memegangi pinggangku.
“Pelan-pelan saja, Bu,” perintahnya sambil menahan pinggangku supaya
tidak bergerak terlalu cepat. Rupanya ia takut penisnya terlepas
keluar dari lubang duburku saat aku bergerak. Aku pun mematuhinya
dengan bergerak secara perlahan.
Kulihat kedua murid Pak Itam sekarang telah mengeluarkan zakar
masing-masing sambil bermasturbasi dengan melihat tingkahku. Aku
merasa sangat malu tetapi di lain pihak terlalu nikmat rasanya. Zakar
Pak Itam terasa berdenyut-denyut di dalam duburku. Aku terbayang wajah
suamiku seakan-akan sedang memperhatikan tingkah lakuku yang sama
seperti binatang itu.
Sementara aku merangkak sesekali Pak Itam menyuruhku berhenti sejenak
lalu menarik senjatanya keluar dan lalu menusukku kembali dengan ganas
sambil mengucapkan mantera-mantera. Setiap kali menerima tusukan Pak
Itam setiap kali itu pula aku mengerang kenikmatan. Lalu Pak Itam pun
akan menyuruhku untuk kembali merangkak maju. Demikian berulang-ulang
ritual yang kami lakukan sehingga tiga keliling pun terasa cukup lama.
Setelah selesai tiga keliling, Pak Itam menyuruhku berhenti dan mulai
menyetubuhiku di dubur dengan cepat. Sebelah tangannya memegang
pinggangku kuat-kuat dan sebelah lagi menarik tudungku ke belakang
seperti peserta rodeo. Aku menurut gerakan Pak Itam sambil
menggoyang-goyangkan punggungku ke atas dan ke bawah.
Tiba-tiba kurasakan sesuatu yang panas mengalir di dalam rongga
duburku. Banyak sekali kurasakan cairan tersebut. Aku memainkan
kelentitku dengan jariku sendiri sambil Pak Itam merapatkan badannya
memelukku dari belakang. Tiba-tiba sisi kiri pinggangku pun terasa
panas dan basah. Leman rupanya baru saja orgasme dan air maninya
muncrat membasahi tubuhku.
Lalu giliran Ramli mendekatiku dan merapatkan zakarnya yang berwarna
gelap ke sisi buah dadaku. Tak lama kemudian air maninya muncrat
membasahi ujung putingku. Aku terus mengemut-ngemut zakar Pak Itam
yang masih tertanam di dalam duburku dan bekerja keras untuk mencapai
klimaks.
“Arghhhhhhhrgh…” Aku pun akhirnya klimaks sambil tengkurep di atas
tikar ijuk.
“Ya, bagus, Bu…” kata Pak Itam yang mengetahui kalau aku mengalami
orgasme. “Dengan begitu nanti guna-gunanya akan cepat hilang.”
Pak Itam lalu mencabut zakarnya dan melumurkan semua cairan yang
melekat di zakarnya ke atas punggungku sampai batangnya cukup kering.
“Jangan basuh ini sampai waktu magrib ya,” katanya mengingatkanku
sambil membetulkan kain sarungnya.
Aku masih lagi tengkurep dengan tudung kepalaku sudah tertarik hingga
ke leher. Aku merasakan bibir duburku sudah longgar dan berusaha
mengemut untuk menetralkannya kembali. Setelah itu aku bangun dan
memunguti pakaianku yang berserakan satu per satu.
Selesai mengenakan pakaian dan bersiap untuk pulang setelah
dipermalukan sedemikian rupa, Pak Itam berpesan.
“Besok pagi datang lagi ya, bawa sedikit beras bakar.”
Aku seperti orang bodoh hanya mengangguk dan memungut tas sekolahku
lalu terus menuruni tangga rumah Pak itam.
Sejak itu sampai hari ini, dua kali seminggu aku rutin mengunjungi Pak
Itam untuk menjalani terapi yang bermacam-macam. Leman dan Ramli yang
sedang belajar pada Pak Itam sedikit demi sedikit juga mulai
ditugaskan Pak Itam untuk ikut menterapiku. Walaupun tidak tahu pasti,
aku merasa bahwa suamiku perlahan-lahan mulai meninggalkan affairnya.
Yang pasti, kini sulit rasanya bagiku untuk menyudahi terapiku bersama
Pak Itam dan murid-muridnya. Sepertinya aku sudah kecanduan untuk
menikmati terapi seperti itu.
-tamat-
Saturday, November 12, 2016
Dukun Cabul Mbah Sukmo
”Din, setelah 2 orang ibu-anak itu, aku mau istirahat.” ujar Mbah Sukmo dari dalam kamar prakteknya setelah memberikan susuk pada seorang pasien. Samsudin bergegas keluar menghampiri dua pasien berikutnya dan mempersilahkan masuk ke ruang praktek Mbah Sukmo. Mbah Sukmo adalah seorang dukun kondang di daerah Jatim.
Dukun Cabul Menikmati Tubuh Wanita Setengah Baya
Keahliannya sangat tersohor, dari pelet sampai santet. Dari pengelaris sampai jabatan, dia tiada bandingannya. Ruang prakteknya yang dipenuhi oleh benda-benda pusaka, dan segenap wewangian kemenyan serta sesaji bagi iblis sesembahannya menambah keangkeran dukun berusia 60 tahun dengan jambang lebat memenuhi wajahnya. Pasien berikutnya adalah Nyonya Restuwati dan diantar oleh puterinya Lisa.
Nyonya Restuwati adalah wanita berusia 45 tahun yang sangat anggun. Dia sengaja datang ke Jawa Timur selain untuk menghadiri resepsi karibnya kemarin, juga mengunjungi Sang Dukun yang sakti mandraguna ini. Sengaja dia minta antar puterinya, karena kesibukan suaminya sebagai pengusaha yang mengharuskan melakukan perjalanan bisnis ke Eropa.
Jilbab kuning yang membungkus kepalanya menambah kanggunan wanita berparas cantik ini. Di sampingnya adalah puteri sulungnya Lisa yang tercatat sebagai mahasiswi di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta. Menurun dari ibunya, Lisa yang masih 18 tahun ini juga memiliki kecantikan yang tidak kalah dengan Sang Ibu. Gadis ini tampil santai dengan kaos merek Zara yang ketat lengkap dengan jeans hitam yang lekat dengan pahanya yang ramping.
“Silahkan duduk Nyonya Restuwati dan Dik Lisa….” ujar Mbah Sukmo mempersilahkan kedua pasien terakhirnya ini untuk duduk di karpet tepat di depan meja praktiknya.
Mata sang dukun yang tadinya lelah sontak kembali berbinar. Amboi, cantik benar 2 makhluk ini. Mulus, berdada montok, dan ah….ternyata tidak cuma mata sang dukun yang berbinar, penis Mbah Sukmo pun ikut memberikan sinyal soal santapan malam yang indah dari dua wanita cantik ini. Belum sempat dua pasiennya menyembunyikan kekagetan dengan kemampuan Sang Dukun menebak nama-nama mereka.
Mbah Sukmo kembali berujar,
“Nyonya Restuwati tidak usah kuatir. Nyonya pasti bisa jadi anggota dewan tahun ini….Bukankah begitu yang nyonya inginkan?”
“Be..benar…Mbah Dukun. Gimana Mbah bisa tahu maksud saya?” tanya Nyonya Restuwati makin kaget sekaligus makin percaya pada kesaktian sang dukun.
Nyonya Restuwati memang salah satu caleg dari parpol pada pemilu tahun ini. Dan di saat peraturan bukan lagi pada nomor urut, melainkan suara terbanyak, membuat sang nyonya menjadi ketar-ketir.
“Hahahaha…iblis, setan dan jin mengetahui semua maksud di hati.” ujar Mbah Sukmo bangga.
“Tapi, ini tidak gampang, Nyonya….” ujarnya lagi.
“Maksud Mbah Dukun? Bagaimana caranya? Apa saja akan saya lakukan untuk itu Mbah.” ujar Nyonya Restuwati tidak sabar.
“Tapi, ini tidak gampang, Nyonya….” ujarnya lagi.
“Maksud Mbah Dukun? Bagaimana caranya? Apa saja akan saya lakukan untuk itu Mbah.” ujar Nyonya Restuwati tidak sabar.
“Aura kharisma Nyonya tertutupi oleh tabir gelap sehingga tidak keluar. Harus ada banyak pengorbanan, dan sesembahan agar itu semua keluar. Tapi itu ada ritualnya, bisa diakali, Nyonya tidak perlu kuatir.” Kali ini Mbah Sukmo mulai ngawur.
Semua kalimatnya sengaja dirancang untuk mendapatkan keuntungan dari dua wanita cantik ini. “Kamu dan puterimu harus total mengikuti ritual yang akan saya siapkan. Sanggup?” “Sanggup,Mbah” “Dik Lisa sanggup membantu Mama?” tanya dukun yang sedang horny ini pada puterinya.
“Sanggup,Mbah.” Sahut Lisa demi sang mama tercintanya.
Mulailah Mbah Sukmo komat-kamit sambil melempar kemenyan pada pembakarannya. Matanya tiba-tiba melotot. Dan suaranya menjadi parau.
“Kalian berdua ikut aku ke ruang sebelah….Sebelumnya Nyonya minum air dalam kendi ini. Air suci dari negeri jin Timur Tengah.” Mbah Sukmo menyodorkan kendi yang memang disiapkan khusus, dengan rerempahan yang mengandung unsur perangsang yang sangat kuat.
Niat kotornya sudah mulai dijalankan. Di sebelah ruang praktik utama terdapat gentong besar berisi bunga-bunga aneka macam. Dan sebuah dipan kayu, serta meja kecil di dekatnya. Lebih mirip kamar mandi. Mbah Sukmo menyuruh Nyonya Restuwati masuk mendekati gentong. Dan memberi perintah agar Lisa melihat dari depan pintu ruangan.
“Kita mulai dengan pembersihan seluruh tabir itu, Nyonya. Rapal terus mantra ini dalam hati sambil aku mengguyur badan Nyonya….Mojopahit agung, Ratu sesembahan jagad. Hong Silawe,Hong
Silawe. ” lanjut Sukmo.
Tangannya mengambil gayung di gentong dan mengguyur pada tubuh Nyonya Restuwati. Air kembang pun dalam sekejap membasahi jilbab dan gamis hitam Nyonya Restuwati. Semakin memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh Nyonya ini yang masih ramping dan terjaga.
“Edan..ngaceng kontolku rek.” batin Mbah Sukmo.
Tangannya yang satu bergerak menggosok tubuh yang sudah basah itu. Dari ujung kepalan Nyonya Restuwati yang masih terbalut jilbab kuning, dahi, hidung, bibir, leher, dan merambat ke dua gundukan di dada Nyonya Restuwati. Sempat Nyonya Restuwati terkaget dengan sentuhan tangan kasar sang dukun, tapi buru-buru dia konsentrasi lagi dengan rapalannya.
“Bagus terus konsentrasi Nyonya.
Jangan sampai gagal, karena akan percuma ritual kita…Sekarang lepas baju Nyonya biar reramuan kembang ini meresap dalam kulit Nyonya.” Perintah Mbah Sukmo yang langsung dituruti oleh Nyonya yang sudah ngebet jadi anggota dewan ini.
Nyonya Restuwati benar-benar telanjang bulat sekarang. Tubuh putih mulus dengan kulit yang masih kencang. Melihat mangsanya dalam kendali, Mbah Sukmo semakin berani. Badannya dirapatkan, agar penisnya menempel di belahan pantat Sang Nyonya yang montok. Jemarinya semakin nakal memainkan puting Nyonya Restuwati. Terus turun ke sela-sela paha Nyonya Restuwati, memainkan vagina Sang Nyonya. Setelah 5 menit, tampak tubuh Nyonya Restuwati bergetar, tanda-tanda bahwa ramuan perangsang sudah mulai bekerja.
Mbah Sukmo menuntun Nyonya Restuwati ke dipan kayu yang ada di ruangan itu dengan semua letupan birahi yang semakin tidak tertahankan. Perhitungannya, tak lama lagi, Sang Nyonya akan tidak mampu berdiri karena melayang di antara alam sadar dan bawah sadarnya. Setelah membaringkan mangsanya, Mbah Sukmo meneruskan rangsangannya.
Bibir tebalnya terus mencium seluruh tubuh Sang Nyonya. Wewangian kembang membuat nafsunya semakin tidak tertahankan lagi. Bibir dan lidahnya menyerbu bibir vagina Sang Nyonya. Edan, orang kaya emang beda. Jembutnya aja ditata. Wanginya juga beda, batin Mbah Sukmo sesaat setelah melihat vagina Nyonya Restuwati. Nyonya anggun ini mulai terangsang hebat.
Tubuhnya menggeliat-geliat setiap sapuan lidah Sukmo memutar-mutar klitorisnya. Pantatnya naik turun seakan ingin lidah Mbah Sukmo tertancap lebih dalam.
“Eeeemmm….”Desah Nyonya Restuwati penuh kenikmatan.
“Ini saatnya.” Pikir Mbah Sukmo membuka pakaian dan celananya dengan buru-buru lalu naik ke atas dipan, mengambil posisi di sela paha Restuwati.
“Apa yang Mbah lakukan pada Mama?”Tiba-tiba semua perhatian Mbah Sukmo terbelah oleh
pertanyaan Lisa.
Iya, ada anaknya yang nonton dari tadi. Beda ama ibunya, Lisa tentu saja masih sangat sadar.
“Tenang cah ayu. Mamamu harus melakukan ritual tertinggi kharisma asmaradana. Aku harus menyatu lewat persenggamaan untuk membongkar tabir jahat pada Mamamu. Mamamu harus ditolong. Kamu mau pengorbanan Mamamu tidak sia-sia bukan,Nduk?”
“Iya,Mbah.” “Sekarang diam di situ. Dan bantu perjuangan Mbah dan Mama dengan rapalan tadi….” perintah Mbah Sukmo sambil mengembalikan konsentrasinya pada penisnya yang sudah berdiri tegak.
Urat-urat penisnya semakin membesar, pertanda sudah sangat siap untuk melakukan penetrasi.
Kepala penis Mbah Sukmo yang mirip jamur raksasa berwarna hitam itu kini sudah berada di bibir vagina Nyonya Restuwati.
Bibir vagina yang sudah basah karena cairan itu merekah saat kepala penis Sang Dukun mulai membelah masuk. Mbah Sukmo mengatur napasnya. Perjuangannya untuk menembus vagina Nyonya satu ini ternyata cukup sulit. Diameter penisnya terlalu besar untuk vagina Nyonya Restuwati. Baru kepala penisnya yang mampu masuk.
“Aaaaah…seret juga milikmu,Restuwati sayang. penis suamimu payah rupanya. Tahan sedikit ya.
Mbah akan beri kenikmatan hebat…” bisik Sukmo pada telinga Restuwati.
Di lingkarkannya tangan gempal Sang Dukun pada pantat montok Nyonya Restuwati. Dadanya bersandar pada dua payudara Restuwati. Dan dengan hentakan keras, dibantu tekanan tangannya, penis Sukmo melesak masuk.
“Eeeeemmmphmm,…mm..mm.”Desah Restuwati sambil merem melek. Pengaruh ramuan perangsang plus hentakan tadi rupanya membuat sensasi luar biasa bagi Restuwati.
Sukmo pun merasa nikmat luar biasa. Dibanding milik istri mudanya pun, milik Restuwati masih lebih legit. Mungkin karena orang kota pandai merawat diri, pikir Sukmo sambil menikmati pijatan vagina Restuwati.
“Plok…plok…plok…plak…plak…plak..” suara perut Mbah Sukmo bertemu kulit putih Restuwati.
Sesekali Mbah Sukmo menelan ludahnya sendiri melihat batang besarnya yang hitam pekat keluar masuk vagina Restuwati yang putih mulus. Kontras, menimbulkan sensasi yang luar biasa. “Ooooh…Mbah.” Restuwati mengeluh panjang.
Tubuhnya mengejang hebat. Orgasme melanda wanita molek ini rupanya, batin Sukmo. Terasa cairan hangat mengalir deras membasahi batang penis Sukmo. Sukmo mengejamkan matanya menikmati sensasi hebat ini. Ia sengaja membiarkan Restuwati menggelinjang dalam orgasmenya.
“Sekarang saatnya,sayang. Jurus entotan mautku. 6 isteriku sendiri tidak ada yang bisa tahan…”Bisik Mbah Sukmo sambil tersenyum setelah melihat orgasme Restuwati sudah reda.
Sukmo mulai mempercepat genjotannya. Naik turun tanpa lelah. Pantat Restuwati pun mengikuti irama genjotan Mbah Sukmo. Sesekali sengaja dia tarik penisnya hingga hanya menyisakan kepalanya.
Membuat pantat Nyonya Restuwati terangkat seakan tidak rela barang besar itu keluar dari vaginanya. Mbah Sukmo menarik tubuh Restuwati hingga mengubah posisi menjadi duduk. Sambil memeluk pinggul Restuwati, Sukmo meneruskan sodokannya.
Restuwati pun mengimbangi dengan meliuk-liukkan pinggulnya. Gerakan pantat Restuwati membuat penis dukun tua itu seperti diremas-remas. Karena hasratnya yang sudah memuncak. Nyonya Restuwati mendorong Sukmo rebah. Dan kini Nyonya anggun itu mengambil kendali dengan liarnya. Rambut panjangnya terurai berkibar-kibar. Peluhnya membuat kulit putihnya seakan mengkilap.
“Hong Silawe,…uuuggh…mmm..mmmph…Hong Silawe…aaaaahhh…” Dalam gerakan liarnya pun Restuwati tidak lupa membaca manteranya.
Mbah Sukmo tersenyum dan menikmati itu sebagai pemandangan yang begitu erotis. Dua tangannya meraih dua payudara Restuwati yang terayun turun naik. Meremasnya dengan gemas. Sesekali tubuhnya terangkat untuk memberi kesempatan bibirnya mengulum dua puting yang menggoda itu. Nyonya Restuwati mengerang dengan hebatnya. Sebuah percumbuan yang hebat ini mungkin baru kali ini dia alami seumur hidupnya.
“Ooooohh….ooohh…uuuggh.Hong….aaaaah…Silawe..Ratu…j agaaaad…aaaah” Restuwati semakin meracau tak karuan.
Tubuhnya mulai tak kuasa kembali menahan kenikmatan dahsyat ini. Restuwati terus meliuk di atas
tubuh tua Sang Dukun. Pantatnya mengayun dengan irama yang semakin kacau. Dan, kedua tangannya memegang rambut panjangnya.
“Bagus, sayang…terus rapal.rapal…aaah…rapal..kita sampai bareng, Restuwatiku….hhhhmmpphh..”Mbah Sukmo pun merasakan penisnya mulai berkedut.
Sambil mencengkram keras pinggul Nyonya Restuwati. Mbah Sukmo membantu mempercepat kocokan dari bawah. Tubuh Mbah Sukmo mulai menegang. Dan sambil bangkit mendekap Nyonya Restuwati, Mbah Sukmo mengeluh keras,
“Aaaaaaaaagghhh…ghh…Restuwati…” “aaaaagggh….mmmmph…mmmp…aaaaah.”Nyonya Restuwati pun menyambut pelukan Sang Dukun.
Tubuhnya bergetar untuk kedua kalinya. Rupanya inilah kali kedua Restuwati mendapat orgasme hebat di dipan kayu ini. Badan seksi Nyonya yang anggun ini pun ambruk didekapan Sukmo yang masih merem melek menikmati sisa orgasmenya dari caleg cantik ini.
Dua-tiga menit ia memeluk Restuwati, membiarkan penisnya menikmati hangatnya liang peranakan Restuwati. Setelah menidurkan Nyonya Restuwati yang kelelahan di dipan, Sang Dukun melepaskan penisnya dari vagina Nyonya Restuwati.
Sumber :
Thursday, November 10, 2016
Dukun Cabul Ki Bayu
“Dina, ku dengar, di daerah dusun luar kota ada orang pinter yang hebat lho, kamu coba aja ke sana, mungkin dia bisa bantu” begitu kata Cintami teman kantorku. Aku menatapnya dan berkata “Dan sekarang ini udah zaman komputer, masa sih kamu nyuruh aku percaya, sama dukun?” kataku dengan arogan. “Lha kan, apa salahnya di coba, apa kamu mau sendirian terus, Ki Bayu itu dukun hebat, sudah banyak yang berhasil” kata Cintami lagi.
Orgasmeku Memuncak Saat Bercinta Dengan Dukun Cabul
Orgasmeku Memuncak Saat Bercinta Dengan Dukun Cabul
Cerita Seks Pribadi Nafsu Birahi Dan Orgasmeku Memuncak Saat Bercinta Dengan Dukun Cabul
Akupun diam, pikiranku menerawang jauh, memang aku tak penah mau jadi perawan tua, umurku sudah 30 tahun, tapi tak ada seorang cowokpun yang tertarik padaku. Padahal, aku tidak jelek. wajahku cantik, kulitku putih. Latar belakang pendidikanku juga tidak jelek, dengan S1 ekonomi. Aku juga dari keluarga baik baik, dengan ekonomi cukup mapan.
“E...e...eh koq melamun sih” kata Cintami lagi. “ah engak koq, aku lagi mikirin, kerjaan, besok bos mau meeting” kataku asal jawab. “ah, kamu, kerjaan mulu, kamu mesti pikirin juga diri mu dong, lihat ku, umur ku lebih mudah dari mu, anak ku udah dua, kapan kamu mau punya anak, Dina, Dina…” kata Cintami yang terus nyerocos kaya senapan mesin.
Aku masih diam, mendengar nasehat teman baikku ini. “udah deh, kamu coba konsultasi ama Ki Bayu, nih alamatnya” kata Cintami lalu menyebutkan alamat Ki Bayu. Aku pura pura, acuh, tapi otakku mengingat seluruh ucapannya.
“Dina, kalau mau, ku akan temanin kamu pergi ke sana” kata Cintami lagi. “udah deh, Cintami, ku gak percaya ama gitu gituan” , kataku. Cintami menghela nafas, “yah, sudah deh, tapi kalau kamu berubah pikiran kamu bilang aja yah.
Saat itu, lewat Andika, Teman kantorku juga, dia menjabat kepala mekanik. Dia seusia dengan ku, dia juga lajang dan wajahnya tampan. Aku sudah berkali kali menarik perhatiannya, tapi dia tampaknya acuh padaku. “Hai, Cintami, gimana kabarnya anak mu ” katanya menyapa Cintami. “he he baik baik, anak kamu gimana” kata Cintami. “baik juga “jawab Andika bercanda.
Andika berlalu, begitu saja di depanku, seakan akan aku tak ada di situ. Ada rasa kesal di hatiku. Memang benar kata Cintami, aku harus mencoba, kesaktian Ki Bayu, tapi aku terlalu gengsi untuk mengakuinya.
Hari jum’at, malamnya sepulang dari kantor aku melarikan mobilku, memasuki jalan tol dan melaju kencang. Sambil mendengarkan lagu lagu romantis, mobilku melaju cepat. Sampai bertemu pintu keluar, yand di sebutkan Cintami.
Mobilku terus berjalan, dan jalan di perkampungan itu agak rusak. Jalan tak beraspal, penuh debu, dan kerikil. Aku sampai tersesar, dan bertanya tanya orang. Sampai orang terakhir “pak, numpang tanya, rumah Ki Bayu di mana yah?”.
“Oh, Ki Bayu dukun sakti itu yah” katanya. Aku mengangguk, wah mungkin Ki Bayu ini benar benar sakti pikirKu. “itu, ibu lurus saja, nanti lihat rumah catnya hijau putih, nah itu rumahnya” kata orang itu.
Setelah mengucapakan terima kasih mobilku terus melaju pelan, sampai bertemu rumah berciri sama dengan yang di ucapkan orang itu. Aku memarkirkan mobilKu. Memasuki terus rumah, itu dan mengetuk pintu.
“yah, ada apa bu” kata seorang lelaki muda,berumur tak lebih dari 17 tahun. “anu .....dik, Ki Bayu ada?” tanyaKu. “oh, ada tunggu yah, silakan duduk dulu, saya panggilkan bapak” kata anak muda itu, sambil mempersilakan saya duduk.
Mataku melihat sekeliling ruang tamu itu, rumah itu tergolong mewah untuk ukuran kampung. Tak lama munculah lelaki tua berumur sekitar 60 tahunan. Tubuhnya masih tampak kuat. Hanya rambutnya sebagian sudah memutih. Kulitnya hitam legam.
Wajah orang itu agak menyeramkan, lebih cocok menjadi preman di banding dukun. Jari jari yang besar, di penuhi oleh cin-cin dengan batu berwarna warni. “selamat malam, ada yang bisa saya bantu” katanya. Aku masih agak shock melihat penampilan dirinya. “eh, anu pak.. anu “katku terbata. Ki Bayu tersenyum.
Anak muda itu kembali keluar dengan membawa, segelas air “silakan bu” katanya. Aku melihat anak muda. “ini anak saya,” kata Ki Bayu. Anak itu segera masuk kembali. Aku melihat perbedaan yang nyata, anak itu ganteng, dan kulitnya putih, koq bapaknya seperti ini yah pikirku.
Setelah berbasi basi, dan tampaknya Ki Bayu jauh lebih ramah, di banding penampilannya, Aku lalu mengutarakan maksud kedatanganKu. “oh, masalah itu, itu masalah muda, aya kita ke kamar praktekku” kata Ki Bayu.
Aku mengikuti dia, masuk ke sebuah kamar, berukuran cukup luas. Ki Bayu duduk bersila di hadapannya ada meja, yang di atasnya terletak baskom berisi bunga bungaan. Ada anglo, dengan arang yang membara, Ada kasur, dengan alas putih di situ serta beberapa keris dan berbagai pernak pernik perdukunan, yang terlihat berbau mistik.
Tangan Ki Bayu mengambil menyan, segemgam menyan itu di taruh di atas arang yang membara, asap mengepul dengan bau menyegat, memenuhi ruang itu. Kepalaku tersa berkunang, kunang. Dan mulut Ki Bayu berkomat kamit.
“Hmmm kalau dilihat jodoh kamu ada, cuma tertutup, sinar aura kamu gelap” kata Ki Bayu. Aku hanya mengangguk. “Kalau kamu mau Aku bisa menolong kamu, dan aku jamin berhasil” kata Ki Bayu lagi. Aku tersenyum “saya mau Ki, tolong saya”.
“Baik, sekarang, lepaskan baju kamu” kata Ki Bayu. Aku kaget mendengar kata kata Ki Bayu. Naluriku langsung berkata tidak, tapi tanganku mulai mengangkat kaos T-shirtKu. Dan aku perlahan membuka celana jeanku. Kini aku berdiri dengan hanya memakai Bra dan celana dalam saja. Mata Ki Bayu menatap liar tubuhKu Dia menghapiriku. Mulutnya berkomat kamit, tangannya bergerak gerak, aneh sepeti menari di depanKu.
“coba, lepas BH kamu “perintah Ki Bayu. Saat itu tanganku segera melepas kait BH kream Ku tanpa berpikir. Mata Ki Bayu, seperti melahap buah dadaku yang mengantung terbuka. Tangannya segera meraba buah dadaKu. Mulutnya masih terus berkomat kamit, dengan bahasa yang sama sekali aku tak mengerti.
Yang saat ini Aku rasakan ada desakan kuat di rahimKu. Aku merasa vaginaKu mulai berreaksi, aku terangsang. Tangan tangan Ki Bayu terus meraba raba buah dadaKu. Dia meremas, dan memainkan putting susuku. Putting susuku pun menerima perlakuan ini dan agak menegang.
Dan tiba tiba, jarinya menekan selangkangan celana dalamKu. “aghhhh “jeritku. Aku makin terhanyut, dalam birahi yang di berikan Ki Bayu.
Ki Bayu kemudian membaringkan ku di kasur, di ruang itu. Aku benar bena rke hilangan pikiran jernihku, Entah kenapa aku menurut saja. “sekarangkan, kamu bayangkan lelaki yang kau inginkan” kata Ki Bayu.
Setelah berbaring, Ki Bayu dengan nafsu sekali melumat bibirku. Dia menciumku dengan penuh nafsu. Lidahnya juga terus berusaha mesuk ke mulutku. Berputar di sana, menyentuh langit langit mulutKu. Mengelitik, dan memberiku rangsangan yang hebat.
Lidahnya juga menjilati leher, kuping dan pipiku. Ada rasa jijik, tapi Aku tak bisa menolak, Aku hanya memejamkan mata, membayangkan kalau Andika yang melakuan ini semua pada diriku.
Lidah lidah Ki Bayu terus turun hingga ke buah dadaKu. menjilati putting susuKu yang makin mengeras, dan menyedotnya dengan lembut, membuat aku makin terlena. Vaginaku rasanya terus berdenyut, dan lendir nafsuku mengalir deras membasahi celana dalam creamku.
Sambil terus menyusu di tetekku, Ki Bayu juga memainkan selangkangan celana dalamKu. Aku menjadi begitu hot. “asss, ohh Ki, Ki Bayu, saya tak tahan Ki” kataKu.
Aku benar benar terangsang, seumur hidupku, aku baru kali ini merasakan, hal ini. Memang terkadang aku melakuan masturbasi, kalau birahiku meninggi, tapi rasanya tak seperti ini. Rasa nikmat ini benar benar membuatku gila.
Dan Ki Bayu terus saja, memainkan buah dadaKU, dan selangkangan celana dalamKu. Pemainannya ini terus membawaku ke puncak kenikmatanKu. Aku benar benar tak tahan lagi, Aku menjerit penuh kenikmatan, tubuhku bergetar hebat. “Ki Bayu, ahh saya tak tahan …”.
Ki Bayu diam sebentar, menatap tubuhku yang mengelijang, menikmati orgasmeku. Kemudian, yang kulihat, Ki Bayu sudah berbugil ria. Tongkat saktinya bergatung bebas, membuatku bergidik. Penisnya besar dan hitam. “ayo, buka mulut kamu” katanya sambil mendekatkan penisnya ke wajahKu.
Aku seperti di sirep, mulutku terbuka lebar, dan penis itu bermain di dalam mulutku. Ki Bayu, memegang kepalaKu, membelai rambutku yang hitam, dan sebahu, yang selalu aku rawat dengan baik.
Penisnya terus begerak dalam mulutku. Entah kenapa, aku sangat menikmatinya. Tanpa di suruh, aku melakukan gerak seperti di filem filem porno. Ki Bayu juga sangat menikmatinya. Dia mengeram, kenikmatan.
Penisnya terus bergerak maju dan mundur, Aku sediri, dengan nasfu menyedot nyedot kepala penisnya. “ohhh … “dan sperma Ki Bayu memenuhi mulutku. “cepat, telan p-e-j-u Ku, jangan di buang, itu obat” kata Ki Bayu.
Aku menelan spermanya, yang berbau anyir, dan membuatku ingin muntah.
Ki Bayu lalu dengan tenangnya melepas celana dalamku, melebarkan kakiKu, menatap liar pangkal pahaku. Bukit kemaluanku yang berbulu, itu jadi santapan matanya. Jarinya kemudian, bergerak memaikan klitorisku. Aku kembali mendesah. Rasa gatel dan nikmat, kembali menyerang klitorisKu.
Sementara itu dia juga memainkan batang penisnya yang sudah mulai membesar kembali
Dan penis itu mulai mendekat ke vaginaKu. Hatiku menjerit, menolak perlakuan itu. Tapi tubuhku bagai patung, diam saja, tak protes. Perlahan ujung penisnya mulai membuka liang vaginaku yang perawan itu.
Lendir lendir nikmat yang membasahi liang vaginaku memudahkan usahanya. Penis itu bergerak masuk, membuatKu merasa pedih. Dan terus mendesak masuk “sakit, sakit”. Jeritku pelan.
Tanpa peduli, Ki Bayu merobek selaput darahKu. Dia terus bergerak, maju dan mundur Penis besarnya mengisi ruang ruang dalam liang sagamaKu. Rasa perih dan sakit mendera vaginaKu. Aku mengigit bibirku menahan sakit di vaginaKu.
Tanpa peduli dengan keadaanku yang mengerang kesakitan Ki Bayu terus mengoyang tubuhKu. Sebentar kemudian dia mencabut penisnya tubuhku di baliknya, pinggulku di angkatnya Dari belakang, penis itu memasuki tubuhKu. Dan Aku merakan sakit kembali mendera vaginaKu.
Dengan posisi ini aku merasakan penis Ki Bayu makin besar. Melesak dalam liang vaginaku, bergerak keluar masuk dengan cepat.
Ki Bayu dengan penuh nafsu terus merodok vaginaKu. Dia mendengus seperti banteng yang siap menanduk mangsanya. Turus begerak, membuat tubuhku makin mengerang
Hampir 15 menit kemudian, setelah peluh membasahi tubuhnya Ki Bayu mengerang. Aku merasakan cairan spermanya tumpah ruah dalam rahimku.
Aku tersungkur, terberaing tengkurap di kasur itu. Aku lemas sekali. Di sprei berwarna putih tampak jelas, noda merah, darah perawanku. Air mataku menitik, bathinku menganggis. Kesucianku yang ku jaga selama ini telah di renggut dukun cabul ini.
Ki Bayu berjalan ke mejanya. dia mengambil segelas air, dia berkomat kamit. “nih, minum air ini, habiskan” katanya. Aku meminum air itu, dan setelah itu, tenagaku seperti pulih kembali. Aku segera berpakaian kembali. Dan segera pergi dari tempat itu tanpa permisi.
makin mobilku menjauh dari rumah Ki Bayu, aku makin sadar. Dan Aku kembali menangis di mobilku, Aku telah menjadi korban penipuan dukun cabul.
Setibanya di rumah, aku membuka seluruh pakaianku, dan di selangkangan celana dalamku terdapat noda darah, kembali air mataku menitik. Aku segera membasuh tubuh membersihkan dari kotoran Ki Bayu. Malam itu aku tidur dengan mata sembab. Aku tertidur karena ke lelahan.
Di kantor esok harinya, aku seperti tak bergairah. Aku tak bisa bekerja dengan baik. “tok tok tok, pintu ruang kAndikar di ketuk seseorang. “yah, masuk aja “jawab Ku.
“Maaf Dina, eh bu Dina, saya mau lihat laporan pembelian, spare pert mesin,yang bulan lalu?” kata Andika. Aku menatapnya, tak biasanya dia minta laporan pembelian. Karena memang bukan tugas dia. Tapi aku langsung mengangguk, dan mencari file pembelian.
“Oh ...ini pak Andika” kataKu sambil mememberikan file itu padanya. Dia menatapku, aku merasakan kehangatan dari bola matanya. “Terima kasih Bu Dina.” dia menerima file itu, lalu berjalan ke pintu. Dia berhenti sebentar, membalikan badannya lagi “eh maaf Bu Dina, apa eh.. maksud saya” katanya agak gugup.
“ada apa pak Andika, koq kayak bingung” kataku. “eh, anu, saya ada undangan pesta pernikahan teman saya, maksud saya, apa Bu Dina ada acara entar malam, apa boleh saya ajak Bu Dina ke pesta teman saya itu” katanya.
Jantung saya berdebar, kata katanya seperti lamaran buat saya, saya tersenyum, “ah Pak Andika, saya entar malam gak ada acara” kataKu dengan perasaan berbunga bunga.
“Jadi, Bu Dina, bersedia menemani saya ke pesta itu?” tanya Andika lagi. Aku menganggukan kepala. “terima kasih Bu Dina, nanti malam saya jemput yah” katanya yang tampaknya juga gembira sekali.
Saat itu aku termenung, apa semua ini, dari Ki Bayu. Apa dia benar benar begitu sakti.
Jam 5.00 sore aku sudah tiba di rumah. Begitu di kamar, aku melepas seluruh pakaianku, bercermin menatap bayang bayang tubuhku di cermin. Aku mengagumi sendiri bentuk indah tubuhKu.
Hpku berbunyi tepat pukul 5.30. Aku menerima Hp itu, dari Andika. “Bu Dina, apa sudah siap, saya sedang menuju ke sana”. “oh sudah sudah siap “jawabku, dan segera masuk ke kamar mandi, begitu pembicaraan selesai.
Tepat jam 7.00 mobil BMW Andika telah ada di depan rumahKu, aku masuk ke dalam mobilnya. Aku tersenyum dan dia juga tersenyum. Mobilnya pun berjalan pelan. Dia banyak berbicara padaKu. “Dina, apa kamu sudah punya pacar ? “tanya Andika tiba tiba
Aku mengeleng “belum, saya belum punya pacar” kataKu. Andika tersenyum, lalu berkata “Dina, kita sama sama telah berumur, kalau kamu tidak keberatan, bagaimana kalau kita berpacaran saja” kata Andika.
Hatiku dag dig dug, rasa senang, melanda diriku, saat itu juga aku resmi menjadi pacarAndika. Rupa undangan pernikahan itu cuma pura pura, Andika memang ingin mengajakku keluar, untuk menyatakan cintanya.
Kini di kAndikar hari hariku lebih ceria. Tiga bulan sudah kita melewati masa pacaran yang penuh kebahagian. Saat malam minggu Andika mengajakku menginap di Villanya di puncak. Aku tak keberatan, toh Andika sudah meminangku, dan orang tuaku setuju sekali. Kita tinggal menunggu hari untuk melangsungkan pesta pernikanan kita.
Di Villa itu, rasa dingin menyelimuti ku. Andika memelukku erat, memberiku rasa hangat. Bibir kami menempel erat, seakan tak bisa lepas. Tangan Andika pun mulai menjamah buah dadaKu. Aku mulai merasakan kenikmatan dari calon suamiku.
Tangan Andika terus menyusup di balik bujuku, dan memainkan punting susuKu. Saat itu kepalaku rasanya pusing, dan tiba tiba terbayang Ki Bayu. Saat itu diriku menjadi tak enak. Birahi agak menurun. Aku tak suci lagi, bagaimana jika Andika tak bisa menerima diriku.
Andika terus saja menstimulasi tubuhKu. Bajuku dilepasnya, dan kini aku sudah hampir bugil total. Andika terus menjilati buah dadaKu. Rasa birahi perlahan bangkit kembali Andika pun mulai membuka celana dalamku.
Dia sendiri membuka celananya. Aku menatap penisnya yang jauh lebih kecil dari milik Ki Bayu. Dia mendekat, dan membuka lebar kakiKu. Dia mau melakukan penetrasi. “Andika, apa tidak kita tunggu sampai menikah nanti” kataKu. Sambil mencium keningku Andika berkata “sayang, sejak aku menyatakan cintaku, aku sudah menganggap kamu istri saya sayang”.
Tiba tiba penis itu telah masuk, aku pura pura menjerit “aduh, sakit sekali Andika”. Padahal Aku tidak merasakan apa apa, aku merasa hambar. Andika terus bergoyang, dengan nafsu, penisnya bergerak dengan cepat keluar masuk.
Aku pun terus mendesah, walaupun tak merasakan apa apa. Andika terus mengoyang tubuhku. Udara dingin pegunungan itu, tak mampu membendung peluh yang membasahi tubuhnya. Andika mengeram, dan dia melepas spermanya.
“Oh, sayang aku sangat menikmatinya” katanya sambil menciumi bibirku dengan mesra. Setelah itu Andika terbaring kelelahan, tak lama dia tertidur.
Aku termenung di toilet, aku heran aku tak merasakan apa apa, ada nafsu, vaginaku berlendir, tapi aku tak bisa merasakan penis Andika. Vagina seperti mati rasa. Apa yang terjadi dengan diriku. Saat itu bayang bayang Ki Bayu membayangi diriku lagi.
Aku hanya berharap, aku terlalu tegang karena sudah tak suci lagi.
Esoknya pagi pagi Andika telah bangun. Dia mencium keningku,” selamat pagi Dina sayang”. Aku pun tersenyum. Dan Andika sama sekali tak menanyakan soal keperawanan ku. Ini membuatku menjadi tenang.
Setelah itu, Andika kembali mencumbuku. Kini dengan tanpa beban, Aku bisa terangsang dan menikmati setiap sentuhannya. Tapi tetap saja aku tak bisa merasakan penis Andika. Sama sekali mati rasa, seakan akan, penis Andika tak ada. Dan bayang bayang Ki Bayu selalu menghapiriku. Ini membuatku sangat menderita. Andika membuat birahi yang memuncak, tapi tak terselesaikan.
Aku tak bisa membicarakan hal ini dengan Andika. Aku hanya bisa berpura pura menikmati permainannya.
Hari itu, aku sudah berencana, ingin menanyakan masalah ini pada Ki Bayu. Sepulang dari kAndikar kembali aku memacu mobilku ke tempat Ki Bayu. Menyusuri jalan jalan berdebu, sampai tiba di rumah Ki Bayu.
“Lho......ada masalah apalagi, neng, apa ilmuku tak berhasil ? “tanya Ki Bayu. Aku mengutarakan kondisiku. Ki Bayu mengajak Aku ke kamarnya lagi.
Kembali kepala pening karena asap menyan yang mengepul. “sini, biar saya periksa” kata Ki Bayu. Sambil membuka bajuku juga bra Ku. Dia melihat buah dadaKu “hmm, kilihatannya normal aja”. Kemudian dia juga membuka celanaKu berikut celana dalamnya.
Sambil duduk, tangan Ki Bayu, membuka belahan vaginaKu. “Hmm, normal aja” katanya berguman. Lalu lidahnya menjulur, dan klitorisku menjadi sasarannya. nafsuku tiba tiba menjadi tinggi. “oahhh Ki, ada apa dengan kemaluan saya “desahKu.
Lidah Ki Bayu terus merangsang syaraf syaraf sensitif di vaginaKu. Lendir kenikmatanku mengalir deras. “oh Ki, enak sekali, terus Ki, enak sekali “desahku. Aku benar benar merasa gatel di klitorisku. Setelah bermain tak terpuaskan dengan Andika, sekarang aku benar-benar merasakan nikmat.
Lidah Ki Bayu aktif sekali, dan tubuhku bergetar, menerima rangsangannya. Rangsangan yang tidak ku dapati dari Andika. Sebentar saja, tubuhku bergetar hebat. Aku kejang kejang, Aku tenggelam dalam kenikmatan Ki Bayu.
Setelah membiarkan aku sebentar, kembali tangan Ki Bayu meraba raba bagian dadaKu. Putting susuku juga tak luput menerima sensasi nikmat Ki Bayu. Birahi perlahan naik lagi. Dan tanganku juga meraba raba selangkannya. “Ki, saya mau ini” kataKu.
Ki Bayu mengeluarkan senjatanya, dan membiarkan Aku memainkannya. Tanganku seperti gemas sekali, mengocok ngocok penis besar Ki Bayu. Sampai Aku merasakan gatel di Klitorisku, dan Aku memintanya “Ki, ayo masukin aja, aku udah gak tahan “pintaku.
Dan Ki Bayu membalikan tubuhKu. Aku tahu dia ingin memasukannya dari belakang aku langsung menungging. Aku mendesah, ketika ujung penisnya menyentuh klitoriKu Ki Bayu dengan lembut mengesek ujung penisnya di Klitorisku. Aku mendesah “ohh Ki, udah gak tahan, masukin aja..” pintaku merengek.
Pelahan Ki Bayu mendorong masuk penisnya. Aku merasakannya, tiap tiap centi, daging itu menerobos masuk ke kemaluanku. Aku mengerang nikmat, begitu juga Ki Bayu, merasakan jepitan erat vaginaku. Tubuhnya bergerak, seiring penisnya keluar masuk vaginaku.
Aku benar benar merasakan nikmat bersetubuh, dengan seorang pria. Sebentar saja tubuhku kembali bergetar hebat. Aku menerima puncak kenikmat itu dari Ki Bayu.
Tahu, aku tengah menikmati orgasmeKu, Ki Bayu diam sesaat, lalu mulai bergerak dengan lembut. perlahan menaikan kembali birahi. dan turus mengocok dengan cepat.
Membawaku ke puncak nikmatku lagi.
Tiga kali aku di buatnya orgasme, sampai dia pun mengerang, menikmati orgasmenya di vaginaKu. Tubuhku pun menjadi lemas.
Setelah, aku berpakaian, dan merapikan pakaiaanKu. Aku kembali menanyakan masalahKu. Ki Bayu membelai rambutku, “Sudahlah, saya akan coba, membantu kamu”.
Dalam perjalan pulang, mobilku berjalan lambat. Aku berpikir, kenapa aku begitu suka permainan sex Ki Bayu. Aku sepertinya ke tagihan oleh permainannya. Aku seperti ingin membatalkan pernikahanku dengan Andika. Dari pada menikah, tapi bathinku tersiksa, lebih baik aku sendiri pikirKu.
Hari pernikahanku akhirnya tiba juga. Dimana Aku dan Andika menjadi raja dan ratu sehari. Andika pun telah menyediakan tempat bernaung untuk ku. Sebuah rumah yang cantik di perumahan yang cukup elit.
Dan Pesta perkawinanku juga tergolong mewah, dengan di hadir lebih dari seribu orang, kerabat ku dan Andika, serta orang tua kami.
Malam harinya, Aku bercinta dengan Andika secara resmi. Sama seperti sebelumnya, vaginaKu mati rasa. Aku terangsang, menikmati cumbuan suamiku, tapi ketika nafsuku sudah tinggi, sewaktu Andika melakukan penetrasi, aku tak merasakan apa apa. Tidak ada rasa sakit dan tidak ada rasa nikmat. Sangat berbeda dengan Ki Bayu.
Setelah Andika ejakulasi, dan Aku belum apa apa, Aku berbaring saja. Hatiku gembira menerima sosok Andika sebagai suamiKu. Andika suami yang baik. Tapi Badanku menolak Andika. Badanku seperti milik Ki Bayu.
Di saat ini, sepertinya Aku ingin melarikan mobilku dengan kencang menuju rumah Ki Bayu, dan melampiaskan birahiku padanya.Malam pengantin ini membuat hatiku bahagia, tapi badanku menangis dan kecewa ,Entah apa yang akan terjadi besok.
Setelah melewati malam pengantin dengan kekecewaan, Aku makin merasa jemu dengan suamiku Andika. Di lain pihak aku juga merasa kasih sayang dia. Sebagai pengantin baru, Andika sangat memeperhatik kan Aku.
Andika bahkan tidak mengizinkan Aku untuk berkantor lagi. “Mami, sekarang mami, di rumah saja, ngapain cape cape kerja,biar papi yang cari duit, mami mau berapa “begitu katanya. Teman teman ku mengatakan aku sangat beruntung bisa bersuamikan Andika.
Aku tak tahu, perasaanku dengan Andika, hambar. Hampir tiap malam aku bercinta dengan Andika. Tiap malam pula aku kecewa. Lebih baik jika Andika tidak mengajakku bercinta. Lebih baik kita tidur saja, itu pikirku dalam hati.
Tapi tidak, Andika mencumbuku, membuatku terangsang. Aku tak bisa menolak suamiku sendiri. Andika membuatku sangat terangsang dengan cumbuan cumbuan mesranya, tapi aku tak bisa terpuaskan, aku tak bisa orgasme. Berapa lama pun Andika mengoyang vaginaku dengan penisnya, tetap Aku tak merasakan apa apa. Seperti ada sesuatu yang menjaga vaginaku, menahan orgasmeku.
Ini membuat Aku kesal dengan Andika. Apa lagi setelah itu dia biasanya terlelap membawa kenikmatannya sendiri. Sedang Aku hanya bisa, termenung. Di saat seperti ini yang ada di bayangan sosok Ki Bayu, dengan penisnya.
Aku segera menghindar, Aku melakuan sesuatu, menonton televisi, atau apa saja. Aku tak mau memikirkan Ki Bayu, Aku milik suamiku, aku harus setia, itu yang selalu aku tanamkan dalam diriku.
Pagi itu, setelah sarapan suamiku sudah siap berangkat ke kantor. Dia mencium keningku, lalu dia meremas pantatku, sambil berbisik “Hmmm Mami apa semalam goyangan papi hebat gak?”. Aku tersenyum “hebat pi, hebat “jawabku. “entar malam papi goyang lagi yah” katanya. Aku hanya mengangguk, dalam hatiku lebih baik tidak usah bercinta.
Apa aku harus hidup dalam kepura puraan. Kenapa vaginaku tak bisa menerima penisnya. Kenapa mati rasa, kenapa. Ki Bayu, apa yang kau lakukan terhadap diriku ?
Setelah Aku mandi, Aku berencana akan ke Dokter Genekologi (ahli kebindanan ). Aku tak mau lagi ke Ki Bayu. Aku mau yang logic pikirku.
“Ya bu .....selamat siang, ada masalah apa “tanya Dokter itu. “begini dok, saya tak bisa merasakan penis suami saya” kata saya. Dokter itu tersenyum “maksud ibu, tak bisa terangsang ? “tanya Dokter itu lagi.
“bukan, saya terangsang, bahkan sangat terangsang, tapi waktu suami saya mulai, vagina saya mati rasa, tak merasakan penis suami saya..” kata saya. “tak merasakan penis.. hmmm hmm “Dokter itu berguman sendiri.
“kalau ibu menyentuh vagina ibu, apa ibu merasakannya ? “tanya Dokter itu lagi. Aku menatap Dokter itu, sepertinya dia tak percaya pada cerita saya, sepertinya saya mengada ada. “tentu saja, saya bisa merasakan jari saya Dokter” kata saya.
Dokter itu segera mangut mangut “jadi ibu Dina bisa merasakan ibu jari saya di vagina ibu , tapi tak bisa merasakan penis suami ibu di vagina ibu”. Intonasi nya seperti mengejek. Aku menatap Dokter itu lagi, “saya ini sungguhan ada masalah Dokter, saya tidak bercanda”.
“Oh, maaf bukan begitu maksud saya bu, karena saya baru kali ini mendapat kasus seperti ini” kata Dokter itu. Aku diam. “Ok, begini, ibu silakan berbaring, saya coba periksa” kata Dokter itu kemudian.
Aku menurutinya, aku berbaring. “maaf Bu, saya harus memeriksa vagina Ibu” kata Dokter itu. Aku mengerti, aku melepas celana dalam ku. Dokter itu mulai memakai sarung tangan karetnya. Dia mulai memeriksa vaginaku.
Dia membuka bibir vaginaku, lalu jarinya di masukan ke memekku. Dan kemudian dia mencabut jarinya. “Ibu, bisa merasakan jari saya “tanya Dokter itu. “ya, bisa Dok” kataKu. “saya, rasa vagina ibu normal normal saja, mungkin ini hanya pskikologis saja, karena ibu kan pengantin baru” kata Dokter itu.
“Apa maksud Dokter saya stress” kata saya. “yah mungkin” kata Dokter itu. Aku benar benar tak puas atas jawaban Dokter ini. Dan aku melihat tubuh Dokter itu mengejang hebat . Kemudian dia bengong sebentar. “Dok, kenapa ?’ tanya saya keheranan melihat tingkahnya. “Oh tidak apa apa” katanya.
“Ok coba saya periksa sekali lagi, untuk lebih jelasnya” kata Dokter itu. Dia melepas sarung tangan karetnya. Lalu jarinya membuka bibir kemaluan saya. Jarinya memainkan klitoris saya. Sekarang saya merasakan sesuatu yang lain.
Jari jarinyapun terus memainkan klitoris saya, saya mengigit bibir saya, lendir saya mulai merembes keluar liang vagina saya. Dengan adanya lendir saya, jari jari itu lebih terasa, di klitorisku yang makin membesar. Bibir vaginaku juga terasa menebal akibat rangsangan nikmat yang di beri Dokter itu. Sensasi ini, seperti yang di berikan Ki Bayu.
makin lama diriku makin terhanyut, mataku terpejam, tanganku mencengkram pingir ranjang praktek dokter itu. “bagaimana, bu apa ibu, bisa merasakan nikmatnya” kata Dokter itu. “hmm, haa, hmm “hanya itu suara yang keluar dari mulutku.
Lidah Dokter itu juga menjilati vaginaku. Tubuhku mengeliat, kenikmatan, lendir yang keluar liang vaginaku makin menjadi. Tubuhku terus gemetar “ohh, Dokter saya merasakan, ahh, ahhh, nikmat.. saya tak tahan, ahhh”. Lidah Dokter itu terus mengaduk aduk vaginaku. Tubuhku segera mengeliat, dan akhirnya menegang kejang, Aku menerima orgasme yang aku rindukan selama ini. “Lihat, vagina anda normal saja kan” kata Dokter itu.
“Sekarang saya akan periksa t-e-t-ek ibu yah” kata Dokter itu yang tanpa permisi membuka bajuku. Buah dadaku di remas remas, dan putting susuku di mainkan sesuka dia. Tubuhku mengelinjing, kenikmatan. Lidahnya juga menjilati putting susuku.
“Aahh, Dokter, saya jadi nafsu sekali, cepat isep pentil saya dong..” pintaku dengan tak malu malu. Dokter itu juga sangat bernafsu dengan tubuhku. Diapun menyedot putting susuku, dengan nafsu. Aku benar benar nikmat, dan mulutku terus mengerang ngerang, kenikmatan. Puas bermain dengan buah dadaku, Dokter itu menyodorkan penisnya ke mulutku. Penis yang sebesar penis suamiku itu aku kulum dengan nafsu. Aku menyedot nyedot, mengocok, dan terus membuat Dokter itu mengerang kenikmatan.
Doket itu terus mengocok penisnya di mulutku, maju mundur dengan cepat, sampai aku merasakan penis itu diam, dan mulutku penuh dengan spemarnya. Dia mencabut penisnya yang telah layu itu keluar dari mulutku. Dia berjalan, dan memegang kakiku, lalu membuka kakiku selebar mungkin. Wajahnya sepertinya berubah, Dokter itu menjadi sangar. Penisnya dengan begitu cepat telah menegang kembali.
Dan dia mulai melesakkan penisnya masuk ke vaginaku. Aku merasakan penisnya memenuhi relung relung di dalam vaginaku. Aku merasakan penisnya besar sekali. Padahal tadi jelas jelas, aku melihat penisnya hanya sebesar penis suamiku. Aku merasa nikmat yang luar biasa, aku mengerang. Aku mendesah, tubuhku terus mengeliat, pinggulku bergoyang, seirama desakkan penis Dokter itu. Aku terus mendesah. Tak lama tubuhku, menegang “ohhh gatel, aku keluarrr”.
Tanpa memberiku waktu, untuk menikmati orgasme, Dokter itu terus mengoyang tubuhku. Aku mengelijang dan ada ngilu. Dan kemudian dengan aktifnya penis Dokter itu yang terus mengesek dinding vaginaku, nafsu ku bangkit lagi.
Lima menit berikutnya aku mencapai puncak kenikmatan kembali. Hampir tiap lima menit rasanya tubuhku mengejang, merasakan puncak nikmatku. Entah berapa kali, aku berorgasme, sampai Dokter itu melepas spermanya di dalam liang vaginaku.
Setelah Dokter itu melepas, batang penisnya dari liang vaginaku. Aku kembali mengenakan pakaianku. “nah, bagaimana, berasakan, berarti anda memang suka sama penis orang lain” kata Dokter itu. “ha, apa maksudnya Dokter?” tanyaku.
“Yah, kamu memang tipe istri yang suka selingkuh, kamu doyan n-g-e-n-t-o-t sama orang lain ha.. ha.. ha.. “ejekan Dokter itu membuat panas hatiku. Aku segera keluar dari ruang praktik Dokter itu, dan langsung berlari pulang.
Di rumah, aku menangis, hatiku pedih, baru kali ini aku di rendahkan orang seperti itu. Tapi aku juga merasakan nikmat yang luar biasa, yang di berikan Dokter itu. Aku memenuhi bathtub ku dengan air hangat, lalu aku berendam. Aku memejamkan mata, aku lebih merasa bersalah terhadap suamiku sekarang. Apa kata kata dokter itu benar.
Sensor hindungku seperti menangkap bau menyan. Aku membuka mataku, tak ada apa, hanya imajinasiku saja pikirku. Kembali aku menenangkan diri, air hangat ini membuat otot otot ku menjadi rilex.
Tida tiba, aku merasa seperti ada yang mengelitik vaginaku. Aku langsung berdiri, memegang vaginaku, aku tak menemukan sesuatu, bulu kudukku sontak berdiri. Apa apa ini. Tida tiba tubuhku kaku, aku tak bisa mengerakan anggota tubuhku, bibirku terkunci, aku seperti patung.
Dalam keadaan tegang itu, aku merasa jelas sekali seperti ada sosok yang tak nampak mata sedang merabai vaginaku. Benda seperti jari jari tangan itu menyelinap masuk ke tubuhku, bermain di dalam liangku. Anehnya, aku merasakan sensasi nikmat yang luar biasa. Dalam keadaan tubuh yang kaku, lendir kenikmatan ku keluar begitu saja.
Semua organ sex ku, menjadi sangat terangsang. Aku benar benar nikmat, samapi tak bisa menahan kenikmatan itu, tiba tiba tubuhku terbebas dari ke-kaku-annya, tubuhku bergetar hebat, “ohhhh ahhhhh”.
Tubuhku terjatuh dalam bathtub, terpeleset, rebah. Kini tubuh kembali merasakan air hangat di bathtubku. Mataku terasa berat sekali, rasa ngantuk menyerangku, aku seperti melayang, dalam setengah sadar aku mendenga suara yang ku kenal, sayup sayup Ki Bayu berkata “bagai mana Dina, apa kau merasa nikmat dengan permainanan ku tadi, kau memang istri yang suka selingkuh ha.. ha..ha.. “
“Mami, mami..”. Aku merasa tubuhku di goyang, di bangunkan, aku membuka mataku, aku melihat suami dengan wajahnya yang kawatir. “mami, kamu kenapa sayang, ayo bangun,” kata suamiku menarik tanganku.
Tapi tubuh seakan lemas tak bertulang, “papi.. mami sakit, pusing…” suaraku lemah. Suamiku langsung mengendongku, membawaku ke kamar, dan memaringkan tubuhku di ranjang.. Tubuh tak bisa bergerak, suaraku sesak, tapi kesadaranku tetap tinggi. Bola mataku bisa melihat jelas, wajah kawatir suamiku.
Tangannya sibuk menekan tombol Hp nya. Dia menelpon Dokter Benny, dokter keluarganya. Selagi menunggu ke datangan Dokter Benny suami saya dengan penuh kasih sayang, membelai rambutku, dia mencium keningku.
Hatiku menjerit, Andika maafkanlah diriku. Setelah Dokter Benny tiba, tubuh langsung di periksa. “bagaiman dok, apa istri saya kena stroke ? “tanya suamiku dengan cemas.
“Hasilnya Setelah di cek tekanan darah normal, detak jantung juga normal, tak ada tanda tanda stroke” kata Dokter Benny.
“Dan lalu apa, penyakitnya Dok ? “tanya suamiku. Dokter Benny tampak bingung juga, dia berkata “Untuk sememtara, saya menduga istri anda kelelahan”. Suami tampak tak puas dengan jawaban Dokter Benny. “begini saja, saya akan memberi resep, kita lihat besok, jika tidak ada perubahan, bawa istri kamu ke rumah sakit” kata Dokter Benny.
Besoknya Aku di bawa suamiku ke rumah sakit, Tubuhku masih lemas, tapi aku sudah bisa mengerakkan anggota tubuhku. Dari hasil pemeriksaan USG, dan hasil tes Lab, tubuhku normal saja. Ini yang membuat suamiku bingung.
Aku tahu penyakitku, aku tahu penyebabnya Ki Bayu, dia menginginkan kehangatan tubuhku, dia tak mau melepaskan tubuhku. Dalam keadaan setengah sadar di bathtub beberapa hari yang lalu, aku seperti berbicara dengan Ki Bayu.
Ada semacam telepati atau filing baha Ki Bayu menginginkan tubuhku, dan nanti dialah yang akan membuat tubuhku suka dengannya. Walaupun jiwaku menolak dan hatiku tidak sudi.. tetapi tubuhku menginginkan Ki Bayu. Dan kurasa Ki Bayu tidak akan melepaskan tubuhku.
“Begini Mami, tadi Cintami menyarankan aku untuk membawa kamu ke orang pintar, dia ada kenalan namanya Ki Bayu” kata suamiku. Kepalaku rasanya seperti di pukul palu besar. “Tapi apa papi percaya sama dukun” kataku. “Percaya aja kalau memang bisa menyembuhkan mami, apa salahnya dukun” kata suamiku lagi. “Aku tidak mau Pi” kataku.
Selagi suamiku sedang mandi, maka kucoba menelpon Cintami. “Cintami kamu gila yah, kenapa kasih tau Andika masalah Ki Bayu?”. “tenang Dina, ku ngak bilang kamu dapet jodoh dari Ki Bayu koq ““kamu engak tahu yah, ku tuh udah di......” aku segera menghentikan kata kataku.
Akupun tak pernah menceritakan tentang hubungan ku dengan Ki Bayu. Kalau aku bicara takutnya akan menjadi bumerang bagiku. Dina pun bertanya “tahu apa ?, kamu kan bisa dapet Andika dari dia juga to...., lha kenapa kamu ga minta tolong sama dia?”. Akupun menarik nafas “yah sudah deh... biar kupikir-pikir dulu” kataku sambil memutus hubungan telepon itu.
Dan pada keesokan harinya, tanpa ku ketahui suamiku, pulang dengan membawa Ki Bayu.
“Hi...mami, itu di ruang tamu ada Ki Bayu, dia bilang akan mencoba mengobati kamu” kata suamiku. “ha, Ki Bayu, aku gak mau, aku gak percaya dukun” kataku protes. “sudalah mi, di cobakan ngak ada salahnya” kata suami merayuku. Benar benar Ki Bayuo tak mau melepaskan diriku.
“Hi...mami, itu di ruang tamu ada Ki Bayu, dia bilang akan mencoba mengobati kamu” kata suamiku. “ha, Ki Bayu, aku gak mau, aku gak percaya dukun” kataku protes. “sudalah mi, di cobakan ngak ada salahnya” kata suami merayuku. Benar benar Ki Bayuo tak mau melepaskan diriku.
Aku mengalah saja , dan suamiku segera membawa Ki Bayu masuk ke kamarku. Ki Bayu pun tersenyum saat melihatku, aku memandang rendah dirinya. “Saya akan periksa istri bapak” kata Ki Bayu kepada suamiku. “Silakan pak” kata suamiku.
Dan segera saja Ki Bayu memegang tanganku. sambil mulutnya berkomat kamit. “wah, istri anda di ikuti barang halus” kata Ki Bayu. “wah, bisa di tolong Ki?” tanya suamiku. “oh ini hal mudah..” kata Ki Bayu.
“Begini ...., sekarang saya minta berduaan dengan istri anda, Dan selama pengobatan tidak boleh ada yang mengganggu , karena jika konsentrasi saya terganggu maka jiwa istri anda akan terancam, apakah anda mengerti ?” kata Ki Bayu.
“Oh saya mengerti Ki” kata suami saya tanpa curiga.
“Oh saya mengerti Ki” kata suami saya tanpa curiga.
“Mami, saya tinggal dulu yah, biar lah kita kasih sesempatan sama Ki Bayu” kata suamiku. Aku diam saja, mau bilang tidak rasanya tidak mungkin.
Setelah suamiku keluar ruangan, Ki Bayu langgsung saja mengunci pintu kamarku. Dan aku benar- benar tak bisa apa apa, kini aku harus ditiduri Ki Bayu di ranjang ku dan suamiku sendiri.
Ki Bayu pun segera mendekat, Aku melotot “jangan macam macam, aku akan teriak “ancamku.
Ki Bayu pun segera mendekat, Aku melotot “jangan macam macam, aku akan teriak “ancamku.
“Apa kau sudah lupa yah, dari siapa kau mendapatkan suamimu lagi” kata Ki Bayu sambil membuka celananya. Penisnya yang besar mengacung tepat di wajahku. Setelah melihat penisnya tubuh seketika mendapat tenaga extra. Aku seperti tak bisa mengatur tubuhku.
Aku meraih batang penisnya tegak itu, memainkan dengan nafsu. Lalu aku membuka mulutku lebar lebar, dan aku mengulum penisnya. Penis itu aku sedoot sedot, sepreti anak kecil yang mengharapkan susu dari ibunya..
Ki Bayu memegang kepalaku, dan terus mengocok batang penisnya di mulutku. Kira kira lima belas menit, Ki Bayu memuntahkan spermanya dalam mulutku. Bagai orang ke hausan air maninya aku telan. Rasanya kerongkongan ku dingin dan suara serak ku hilang.
Dan tanpa ragu Ki Bayu pun segera memreteli pakaianku satu persatu. kini dengan senyum penuh nafsu Ki Bayu menatap tubuhku, yang hanya memakai celana dalam pink. Lidahnya terus membangkitkan nafsu birahiku di seputar buah dadaku. Aku tak bisa apa apa, aku seperti wanita haus belaian sex, dari Ki Bayu.
Klitorisku rasanya mulai gatel, lendir pun mulai membasahi selangkangan celana dalamku. Sambil terus menjilati buah dadaku dengan nafsu jarinyapun bermain di selangkangan celana dalamku. Tanpa sadar, aku melebarkan kakiku sendir, sehingga jari Ki Bayu leluasa memainkan selangkangan celana dalamku.
Kemudian sentuhan jari Ki Bayu sangat terasa menembus celana dalamku. Lendir terus membasahi celana dalamku. Klitorisku semakin terasa gatel. Aku mulai tak tahan, aku mendesah pelan “shhh, Ki aku gak tahan..”. Ki Bayu terus memainkan tubuhku “yah, Dina, akuilah kamu membutuhkan diriku, kamu membutuhkan kepuasan dariku “
Dan akupun mengerang erang kenikmatan “yah Ki, Dan aku butuh, aku mau Ki.. aku mau..”. Jari Ki Bayu pun semakin cepat, kemudian tiba-tiba tubuhku bergetar hebat dan memekku sangat basah. Tubuhku melengkung, tandanya aku mencapai puncak birahi.
Dengan tanpa melepas celana dalamku, Ki Bayu memasukan penisnya dengan menyingkap celana dalamku ke samping. “Aaahhh.. Ki…”.
“Nampaknya kamu suka Dina..” kata Ki Bayu setelah seluruh batang penis besarnya menancap di liang memekku. “Oooooh Ki, saya suka sekali . ayoooh goyang terus Ki “pintaku.
“Nampaknya kamu suka Dina..” kata Ki Bayu setelah seluruh batang penis besarnya menancap di liang memekku. “Oooooh Ki, saya suka sekali . ayoooh goyang terus Ki “pintaku.
Dan Ki Bayu pun bergerak, maju dan mundur, penisnya yang besar itu merodok liang vaginaku dengan nafu yang tinggi. Aku mendesah desah, nikmatnya tak bisa kubayangkan. Gesekkan penis besarnya, membuat klitorisku menjadi membengkak. karena nikmat.
Ki Bayu terus saja mengoyang liang vaginaku, Dan aku benar benar di buatnya melayang, tak lama kemudian tubuhku mengejang, mencapai puncak birahiku. Hingga beberapa kali aku mencapai klimaks, Sampai-sampai Ki Bayu juga menyumburkan spermanya di memekku.
Dan setelah batang penisnya tercabut, Ki Bayu merapikan celana dalamku, dan dia membiarkan spermanya di dalam liang vaginaku. Akupun sama sekali tak keberatan. Dan anehnya aku malah merasakan vaginaku menjadi sensitif.
Dan Anehnya tubuhku kembali normal seperti sediakala. Malahan terasa lebih sehat. Ki Bayu menyuruhku berpakaian kembali lalu dia memanggil suamiku.
“Lihatlah istri anda telah sembuh” kata Ki Bayu. Suamiku menghampiri diriku “wah, bagaimana Mi, apa sudah mendingan”. “yah, aku jauh lebih baik “jawabku.Suamiku pun mengucapkan terima kasih pada Ki Bayu.
“Emmm...Begini, sekarang istri anda telah sehat, akan tetapi mahluk halus yang berhasil saya keluarkan dari tubuh istri anda, pasti bisa balik lagi” kata Ki Bayu.
“waduh...terus baiknya gimana Ki ? “tanya suamiku pada Ki Bayu.
“Hmm ...Yahhh, saya harus menjaganya untuk beberapa Hari di tempat ini” kata Ki Bayu menerangkan pada suamiku..
“waduh...terus baiknya gimana Ki ? “tanya suamiku pada Ki Bayu.
“Hmm ...Yahhh, saya harus menjaganya untuk beberapa Hari di tempat ini” kata Ki Bayu menerangkan pada suamiku..
“Oh kalau begitu saya berterima kasih Ki, karena Ki Bayu mau menolong kami, Ki Bayu bisa menempati di kamar atas, itu kamr khusus buat tamu yang menginap di rumah kami ". kata suamiku. “Kalau begitu baiklah” kata Ki Bayu setuju.
Dan kemudian mereka ke luar dari kamar ku, dan suamiku membawa Ki Bayu ke kamar atas.Tanganku segera menyelinap ke balik celana dalamku, meraba vaginaku yang basah oleh sperma Ki Bayu, meraba klitorisku sendiri, dan merasa nikmat.
Setelah melihat kondisi tubuhku yang sudah pulih kembali, suamikupun tampak sangat gembira sekali. Malam itu dia mencumbuku dengan hebatnya, sudah seminggu ini aku tak bisa melayaninya. Malam ini suamiku menagih minta jatah ML. Aku segera bercumbu denganya hingga suamiku terangsang sekali.
Tapi tetap saja, setelah penis itu dalam vaginaku aku tak merasakannya. Suamiku mendasah kenikmat, memuji muji betapa nikmat liang vaginaku, sedang aku sendiri tak pernah merasakan nikmatnya penis suamiku. Dan akhirnya suamiku mencapai puncak kenimatannya. dangan menyiram banyak sperma di rahimku.Akupun hanya tersenyum. Tak lama suami yang ke lelahan itu telah terlelap.
Kakiku langsung melangkah kecil, perlahan gagang pintukamarku aku buka, aku berjalan mengendap endap ke kamar atas. Dan Ki Bayu, sepertinya sudah tahu, kulihat dia sudah bersiap siap. Akupun melepas gaun tidurku.
” Coba katakan apa yang ada di hatimu” kata Ki Bayu. “Ki, puaskan diriku, aku ingin Ki “pintaku.
” Coba katakan apa yang ada di hatimu” kata Ki Bayu. “Ki, puaskan diriku, aku ingin Ki “pintaku.
Ki Bayu merangkul diriku, menyuruh aku menunging, penisnya yang telah siap itu, di masukan dari belakang. “heemm” desahanku yang ku tahan.
“Dina, menjeritlah sepuasmu, Dan sekeras apapun jeritanmu suamimu tak akan bangun ha ha ha” kata Ki Bayu. Penis itu terus mengesek dinding vaginaku, akupun menjerit, mengerang nikmat. Sampaii aku merasa puas.
“Dina, menjeritlah sepuasmu, Dan sekeras apapun jeritanmu suamimu tak akan bangun ha ha ha” kata Ki Bayu. Penis itu terus mengesek dinding vaginaku, akupun menjerit, mengerang nikmat. Sampaii aku merasa puas.
Dan setelah nafsuku terpuaskan, aku segera mengenakan pakai-an ku kembali. “Ki Bayu, apa Ki Bayu bisa mengemudikan mobil?” tanyaku. Ki Bayu tersenyum, sambil dia mengelus elus punggungku.
Aku berjalan menurunin tangga rumahku, dan kembali ke kamar tidurku. Kali ini aku tertidur dengan membawa kenikmatanku. Dan pada keesokan paginya tubuhku terasa segar sekali dan wajahku juga berseri seri. “Mami.... wah sekarang mami benar benar sudah sehat ya?” kata suamiku. Akupun mengangguk kemudian memeluk dan mencium suamiku.
“Pi..... Gimana kalau Ki Bayu kita jadikan sopir pribadi aja, Dan Ki Bayu sudah setuju tuh” kataku.
“Oh, kalau dia mau tentu saja boleh” kata suamiku.
“Oh, kalau dia mau tentu saja boleh” kata suamiku.
Akupun tersenyum kegirangan sambil memeluk dan mencium pipi suami ku. Ahhaaa....dalam batinku , hari-hariku pasti lebih indah dan menyenangkan karena aku seperti Ratu yang dimanjakan oleh suamiku dan juga Ki Bayu , laki-laki yang bisa memuaskanku.
Sumber :
Subscribe to:
Posts (Atom)